Polda Riau Tidak Toleransi, Pelaku Perambahan Hutan Ditindak Tegas Tanpa Pandang Jabatan
Kepolisian Daerah Riau (Polda Riau) menegaskan komitmennya untuk menindak tegas segala bentuk perusakan hutan dan lingkungan hidup di wilayahnya. Penegakan hukum akan dilakukan tanpa pandang bulu, menyasar semua pihak yang terlibat, termasuk oknum aparat, pejabat desa, maupun tokoh masyarakat.
Penegasan ini disampaikan langsung oleh Kapolda Riau, Irjen Pol. Herry Heryawan, dalam konferensi pers terkait kasus perambahan hutan yang terjadi di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Lindung Siabu, Desa Balung, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Riau. Irjen Herry menyatakan bahwa operasi penegakan hukum ini merupakan wujud keseriusan Polda Riau dalam melindungi lingkungan dan mencegah kerusakan ekosistem. Operasi ini akan terus dilakukan oleh Satuan Tugas Penanggulangan Perambahan Hutan (PPH) bersama Pemerintah Provinsi Riau dan instansi terkait lainnya, serta melibatkan partisipasi aktif dari aktivis dan pemerhati lingkungan.
"Bukan hanya aparat, semua yang terlibat. Oknum aparat, kepala desa, semuanya kalau yang terlibat, kita tidak pandang bulu kita secara tegas akan lakukan penegakan hukum secara adil dan terbuka," tegas Irjen Herry.
Polda Riau juga membuka saluran informasi bagi masyarakat untuk melaporkan dugaan tindak pidana perusakan hutan. Laporan dapat disampaikan langsung kepada pihak kepolisian maupun melalui media sosial. Kapolda Riau mencontohkan kasus pembalakan liar di Kepulauan Meranti yang berhasil diungkap setelah adanya laporan dari masyarakat melalui media sosial.
Dalam kasus perambahan hutan di Kampar, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Riau telah menetapkan empat orang sebagai tersangka. Dua di antaranya adalah Yoserizal, seorang ketua adat, dan Buspami, seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bertugas di Dinas Pendidikan Kabupaten Kampar.
Kombes Pol. Ade Kuncoro Ridwan, Dirkrimsus Polda Riau, menjelaskan bahwa tersangka Buspami, yang juga dikenal sebagai tokoh adat di Desa Balung, bersama dengan tersangka Mahadir alias Madir, mengelola lahan seluas 50 hektare di area HPT dan Hutan Lindung Siabu atas persetujuan tersangka Yoserizal selaku ketua adat Desa Balung. Praktik yang dilakukan adalah memperjualbelikan dan membabat hutan lindung untuk dijadikan perkebunan sawit dengan mengklaim lahan tersebut sebagai tanah ulayat.
"Mereka mencoba menyamarkan aktivitas ilegal ini dengan dokumen hibah dan surat adat. Tapi faktanya, seluruh aktivitas dilakukan di kawasan hutan lindung yang statusnya dilindungi oleh undang-undang," jelas Kombes Pol. Ade Kuncoro.