Polemik PR Siswa di Depok: Orang Tua Pertanyakan Dampak Penghapusan Terhadap Kedisiplinan Belajar

Wacana penghapusan Pekerjaan Rumah (PR) bagi siswa sekolah dasar dan menengah di Depok, Jawa Barat, memicu perdebatan di kalangan orang tua. Sejumlah orang tua murid menyatakan keberatannya terhadap gagasan tersebut, dengan alasan PR memiliki peran krusial dalam menunjang proses belajar anak di rumah dan menanamkan rasa tanggung jawab.

Beberapa orang tua berpendapat bahwa PR membantu siswa untuk memantapkan pemahaman materi pelajaran yang telah disampaikan di sekolah. Dengan mengerjakan PR, anak-anak memiliki kesempatan untuk mengulang dan merenungkan kembali konsep-konsep yang mungkin belum sepenuhnya dipahami di kelas. Hal ini dianggap penting untuk memastikan bahwa siswa tidak hanya menghafal materi, tetapi juga benar-benar memahaminya.

Selain itu, PR juga dipandang sebagai sarana untuk membangun kedisiplinan dan tanggung jawab pada diri siswa. Dengan adanya PR, anak-anak belajar untuk mengatur waktu, memprioritaskan tugas, dan menyelesaikan pekerjaan yang diberikan tepat waktu. Keterampilan ini dianggap penting untuk kesuksesan akademis dan profesional di masa depan.

Salah seorang orang tua siswa mengungkapkan kekhawatirannya bahwa tanpa PR, anak-anak akan lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain gawai dan aktivitas hiburan lainnya. Ia berpendapat bahwa PR menjadi semacam pengingat dan pendorong bagi anak-anak untuk tetap belajar di luar jam sekolah. Meskipun demikian, ia juga mengakui bahwa pemberian PR sebaiknya tidak berlebihan dan disesuaikan dengan kemampuan serta kebutuhan siswa.

"Anak zaman sekarang kan main HP terus, kalau enggak ada PR, tambah males belajar,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia juga menyampaikan bahwa idealnya pemberian tugas rumah tidak boleh terlalu membebani siswa. Ia mengusulkan agar guru memberikan PR secara selektif dan tidak setiap hari untuk semua mata pelajaran. Dengan demikian, anak-anak tidak merasa tertekan dan tetap memiliki waktu untuk beristirahat dan melakukan kegiatan lain yang mereka sukai.

"Tapi memang jangan kebanyakan juga. Jangan sampai semua pelajaran dikasih PR tiap hari. Cukup satu-dua aja, yang penting rutin,” imbuhnya.

Walaupun begitu, ia menegaskan bahwa keberadaan PR tetap penting untuk memotivasi anak membuka kembali buku pelajaran di rumah. Ia menceritakan bahwa anaknya cukup mandiri dalam mengerjakan tugas sekolah. Namun, tanpa kehadiran PR, anaknya cenderung mengabaikan belajar dan lebih memilih aktivitas hiburan. Karena itu, ia berharap agar pihak sekolah mempertimbangkan kembali wacana penghapusan PR dan mencari solusi yang terbaik untuk kepentingan semua pihak.

Penolakan terhadap penghapusan PR ini mencerminkan kekhawatiran sebagian orang tua mengenai kualitas pendidikan dan perkembangan karakter anak-anak mereka. Mereka percaya bahwa PR memiliki peran penting dalam membentuk siswa yang berpengetahuan luas, bertanggung jawab, dan disiplin. Perdebatan mengenai PR ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi bagi para pemangku kepentingan pendidikan untuk merumuskan kebijakan yang tepat dan efektif dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.