Konflik Perbatasan Memanas, Thailand Perketat Keamanan dan Tutup Dua Pos Lintas Batas dengan Kamboja

Kekhawatiran akan stabilitas kawasan meningkat seiring dengan penutupan dua pos pemeriksaan perbatasan oleh Thailand pada hari Sabtu, 6 Juni 2025. Langkah ini diambil sebagai respons atas ketegangan militer yang meningkat dengan negara tetangga, Kamboja. Insiden bentrokan pada 28 Mei lalu di wilayah Segitiga Zamrud, area pertemuan perbatasan Thailand, Kamboja, dan Laos, menjadi pemicu utama eskalasi konflik. Bentrokan tersebut dilaporkan menyebabkan satu tentara Kamboja kehilangan nyawanya.

Penutupan pos perbatasan ini, yang dikonfirmasi oleh Pemerintah Provinsi Chanthaburi, Thailand Timur, berdampak langsung pada lalu lintas wisatawan dari kedua negara. Meskipun demikian, aktivitas perdagangan tetap berjalan seperti biasa, dan pekerja migran asal Kamboja masih diizinkan untuk melintas. Selain penutupan dua pos permanen, enam pos perbatasan lainnya menerapkan pembatasan jam operasional dan melarang kendaraan berat seperti truk roda enam untuk melintas.

Militer Thailand, dalam pernyataannya, menegaskan bahwa keputusan ini diambil sebagai langkah preventif untuk melindungi kedaulatan dan keamanan nasional dari potensi ancaman. Menteri Pertahanan Thailand, Phumtham Wechayachai, mengungkapkan bahwa Thailand meningkatkan kehadiran militernya di sepanjang perbatasan sebagai respons terhadap peningkatan pasukan di pihak Kamboja. Ia menyatakan bahwa peningkatan kekuatan militer Kamboja telah memperburuk situasi di wilayah perbatasan. Pemerintah Thailand merasa perlu mengambil tindakan tambahan dan memperkuat postur militernya sebagai respons yang proporsional.

Pada hari Jumat, 5 Juni 2025, militer Thailand menyatakan kesiapan untuk meluncurkan operasi skala besar jika terjadi pelanggaran terhadap kedaulatan negara. Meskipun demikian, Kementerian Luar Negeri Thailand menekankan komitmen untuk menyelesaikan konflik melalui jalur diplomatik. Pembicaraan bilateral dengan Kamboja direncanakan akan berlangsung pada 14 Juni mendatang.

Perdana Menteri Kamboja, Hun Manet, dalam pidatonya pada hari Sabtu, menegaskan bahwa negaranya tidak memiliki niat untuk memulai konflik, tetapi akan mengambil langkah-langkah defensif jika diperlukan. Ia juga menyatakan bahwa Kamboja berencana untuk membawa sengketa perbatasan ini ke Mahkamah Internasional (ICJ) dalam waktu dekat. Meskipun kedua negara sempat menyepakati upaya meredakan ketegangan setelah bentrokan bulan lalu, Kamboja tetap mempertahankan pasukannya di wilayah sengketa, yang bertentangan dengan permintaan Thailand untuk menarik mundur pasukan.

Sengketa perbatasan antara Thailand dan Kamboja bukanlah isu baru. Ketegangan besar pernah terjadi pada tahun 2008 terkait klaim atas kuil Hindu bersejarah abad ke-11. Bentrokan sporadis yang berlangsung selama beberapa tahun menyebabkan sedikitnya 28 orang tewas. Pada tahun 2013, ICJ memutuskan bahwa wilayah kuil tersebut berada di bawah kedaulatan Kamboja. Namun, Thailand menolak yurisdiksi ICJ dan tetap mengupayakan penyelesaian melalui negosiasi bilateral. Dalam beberapa hari terakhir, negara-negara anggota ASEAN dan China juga turut berupaya untuk meredakan ketegangan antara kedua negara.