Perjuangan Petani Stroberi di Sukabumi: Bertahan di Tengah Debu Pabrik Semen
Di tengah hiruk pikuk aktivitas industri semen di Sukabumi, Jawa Barat, seorang petani bernama Muhamad Dzikri gigih mengembangkan kebun stroberi miliknya. Terletak di Kampung Panggeleseran, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Gunungguruh, Dzikri dengan tekun merawat tanaman stroberinya setiap hari, membuktikan bahwa pertanian dan industri dapat berdampingan meski dengan tantangan yang tidak sedikit.
Dari Buruh Pabrik Menjadi Petani Stroberi
Kisah Dzikri berawal dari kecintaannya pada tanaman. Meninggalkan pekerjaan sebagai buruh pabrik pada tahun 2019, ia memberanikan diri untuk terjun ke dunia agrowisata. Keputusan ini didorong oleh hobi berkebun yang telah lama ia tekuni sejak kecil.
"Karena sudah hobi dari kecil, tahun 2019 saya resign dari pekerjaan dan memutuskan untuk berkebun stroberi," ujar Dzikri.
Usaha budidaya stroberi yang dirintisnya perlahan mulai membuahkan hasil. Kini, Dzikri mampu meraup omzet antara Rp 4 juta hingga Rp 6 juta per bulan. Namun, ia mengakui bahwa produksi stroberinya belum mampu sepenuhnya memenuhi permintaan pasar yang tinggi.
Tantangan Bertani di Bawah Bayang-Bayang Pabrik
Selain tantangan umum seperti serangan hama ulat dan belalang, Dzikri juga harus berjuang melawan dampak polusi debu dari pabrik semen yang berlokasi tidak jauh dari kebunnya. Debu ini kerap menempel pada tanaman stroberi, mengganggu pertumbuhan dan bahkan menyebabkan kematian.
"Kadang juga kena polusi debu jadi pada putih, apalagi kalau aktivitas tambang lagi maintenance, buka mesin itu kan kadang debunya kebawa sama angin. Pernah saat tahun 2022 pohon stroberi saya putih semua, efeknya pohon saya mati, mengkerut, berubah warna jadi coklat. Bahkan tak cukup 1 kali bilas, dulu sampai 3 kali bilas, pagi sore malam (untuk menghilangkan debu dari pohon stroberi)," jelasnya.
Meski demikian, Dzikri tidak menyerah. Ia terus berupaya menjaga kebunnya dengan merawat tanaman secara intensif dan membersihkan debu yang menempel.
Ragam Stroberi dan Dukungan Terbatas
Di kebunnya, Dzikri menanam berbagai jenis stroberi, termasuk jenis mencir dan Sachinoka. Ia bekerja keras dari pagi hingga malam, bahkan suara bising mesin pabrik semen menemani malam-malamnya.
Sayangnya, usaha Dzikri belum mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah. Bantuan yang ia terima sejauh ini hanya berupa Corporate Social Responsibility (CSR) dari pabrik semen.
"Awal dapat (CSR) tahun 2022 dipergunakan untuk bikin greenhouse, tahun 2024 awalnya mau dipakai untuk perluasan lahan, cuma karena tidak punya air akhirnya dialihkan untuk bikin sumur bor. Tahun 2025 ini belum dikasihkan, tetapi masuk ke list (penerima CSR). Dapat CSR awal itu dari Rp 15 juta, Rp 20 juta, tahun 2025 Rp 10 juta," ungkap Dzikri.
Dengan segala keterbatasan, Dzikri terus berjuang mengembangkan kebun stroberinya. Ia berharap, suatu saat usahanya dapat berkembang lebih besar dan mendapat dukungan yang lebih baik dari pemerintah daerah, sehingga dapat menjadi contoh bagi petani lain untuk mengembangkan potensi agrowisata di Sukabumi.