Pengadaan Chromebook Diterpa Isu Pelanggaran Perpres, Klarifikasi Nadiem dan Pembelaan Hotman Paris
Polemik pengadaan laptop Chromebook untuk mendukung program digitalisasi pendidikan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) memasuki babak baru. Proyek ini dituding melanggar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 123 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Tahun Anggaran 2021. Menanggapi tudingan tersebut, mantan Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim memberikan klarifikasi, didampingi kuasa hukumnya, Hotman Paris Hutapea.
Nadiem menjelaskan bahwa pengadaan 1,1 juta laptop Chromebook tersebut memang menggunakan dua sumber pendanaan, yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Kemendikbudristek serta DAK Fisik dari daerah. Namun, ia menegaskan bahwa seluruh proses pengadaan telah sesuai dengan regulasi yang berlaku. Untuk meminimalisir potensi konflik kepentingan, Kemendikbudristek menggandeng berbagai instansi pengawas, termasuk Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun).
"Ketepatan terhadap regulasi itu menjadi prinsip dasar dalam proses pengadaan ini. Pengadaan ini menggunakan jalur yang paling mengurangi potensi konflik kepentingan dengan adanya pendampingan dari berbagai instansi," ujar Nadiem dalam konferensi pers di Jakarta.
Nadiem juga menekankan bahwa Kemendikbudristek tidak memiliki kewenangan untuk menentukan harga maupun mengkurasi daftar penyedia produk. Menurutnya, hal ini merupakan wujud transparansi dan upaya meminimalisir konflik kepentingan dalam proses pengadaan. Ia menambahkan bahwa BPKP bertugas melakukan audit terhadap pengadaan laptop Chromebook, sementara kejaksaan diundang sejak awal untuk mengawal dan mendampingi proses tersebut.
"Kami (Kemendikbudristek) mengundang Jamdatun, mengundang kejaksaan untuk mengawal dan mendampingi proses ini agar proses terjadi secara aman dan semua peraturan telah terpenuhi," tegasnya.
Selain itu, Kemendikbudristek juga berkonsultasi dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk memastikan tidak ada unsur monopoli dalam proses pengadaan laptop Chromebook. Nadiem menyadari bahwa pengadaan dalam skala besar selalu memiliki risiko, sehingga pengawasan dari berbagai instansi sangat penting.
Hotman Paris Hutapea, kuasa hukum Nadiem, menambahkan bukti bahwa pengadaan laptop Chromebook telah didampingi oleh Kejaksaan Agung melalui Jamdatun sejak awal. Ia menunjukkan surat dari Jamdatun tertanggal 24 Juni 2020 yang secara jelas menyebutkan pendampingan hukum selama proses pengadaan laptop tersebut.
"Keluarlah surat dari Jamdatun tanggal 24 Juni 2020, yang isinya jelas-jelas menyebutkan untuk Jamdatun memberikan pendampingan hukum selama proses pengadaan laptop tersebut. Kemudian juga KPPU, dilibatkan dan kemudian diperiksa oleh BPKP. Semuanya tidak ada pelanggaran," tegas Hotman.
Tudingan pelanggaran Perpres 123/2020 sebelumnya disampaikan oleh peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Almas Sjafrina. Almas berpendapat bahwa penggunaan anggaran yang bersumber dari DAK fisik menyalahi Perpres No. 123 tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis DAK Fisik TA 2021. Ia menyoroti bahwa penggunaan DAK seharusnya diusulkan dari bawah (bottom-up), bukan tiba-tiba menjadi program kementerian. Selain itu, pencairan DAK seharusnya melampirkan daftar sekolah penerima bantuan, sementara saat itu tidak jelas bagaimana dan kepada sekolah mana laptop akan didistribusikan.
Berikut poin-poin penting yang disampaikan dalam konferensi pers:
- Pengadaan laptop Chromebook menggunakan dana APBN dan DAK Fisik.
- Proses pengadaan diklaim telah sesuai regulasi dan diawasi BPKP serta Jamdatun.
- Kemendikbudristek berkonsultasi dengan KPPU untuk memastikan tidak ada monopoli.
- Kuasa hukum Nadiem menunjukkan bukti pendampingan hukum dari Jamdatun sejak awal.
- ICW menyoroti potensi pelanggaran Perpres terkait penggunaan DAK.