Zarof Ricar Mengaku Mendapat Perlakuan Khusus Selama Penahanan
Mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, menyampaikan pembelaannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, terkait kasus dugaan suap hakim agung dan gratifikasi yang menjeratnya. Dalam pledoinya, Zarof mengungkapkan bahwa ia merasa mendapatkan perlakuan berbeda dibandingkan tahanan lainnya selama menjalani masa penahanan.
Zarof tidak merinci secara spesifik bentuk perlakuan khusus yang dimaksud. Ia hanya menekankan bahwa dirinya selalu bersikap kooperatif sejak awal proses penyidikan hingga persidangan. "Walaupun mendapat perlakuan yang berbeda dengan terdakwa lain, saya tidak pernah protes," ujarnya di hadapan majelis hakim.
Terduga perantara kasus ini juga menyatakan keyakinannya bahwa fakta-fakta sebenarnya akan terungkap dalam persidangan. Ia mencontohkan bagaimana dirinya selalu mematuhi prosedur penahanan, seperti mengenakan rompi tahanan dan diborgol setiap kali dibawa ke ruang sidang maupun kembali ke sel.
"Setiap ruang tahanan menuju persidangan dan juga sebaliknya, saya selalu patuh untuk dibrogol dan dikenakan rompi tahanan," kata Zarof.
Selain itu, Zarof juga menyampaikan permohonan maaf kepada Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, dan seluruh masyarakat Indonesia atas kasus yang menimpanya. Ia mengaku menyesal atas kelalaiannya yang menyebabkan dirinya harus menghadapi proses hukum di usia senjanya. Zarof juga menegaskan komitmennya untuk menghormati segala keputusan yang akan diambil oleh majelis hakim.
"Pada akhirnya, saya akan berusaha menghormati keputusan yang diberikan majelis hakim," ujar Zarof.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Zarof dengan hukuman 20 tahun penjara atas dugaan percobaan suap terhadap hakim agung yang menangani kasasi perkara pembunuhan anak mantan anggota DPR RI, Gregorius Ronald Tannur. Zarof juga didakwa atas kasus gratifikasi senilai Rp 915 miliar dan kepemilikan 51 kilogram emas. JPU menduga bahwa Zarof melakukan percobaan suap tersebut bersama dengan pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat.