Kualitas Udara Jabodetabek Menurun Pasca Libur Idul Adha, Beberapa Wilayah Masuk Kategori Tidak Sehat
Pasca libur panjang Idul Adha, kualitas udara di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) menunjukkan penurunan yang signifikan. Data dari Stasiun Pemantauan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) milik Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menunjukkan bahwa beberapa wilayah telah memasuki kategori 'tidak sehat'.
Berdasarkan pantauan yang dilakukan oleh Deputi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLH/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH), Kota Tangerang mencatat skor ISPU tertinggi, mencapai 122 hingga pukul 11.00 WIB. Kondisi serupa juga terpantau di beberapa wilayah lain, seperti Kabupaten Serang (116), DKI Jakarta (111), Kabupaten Tangerang (107), Kabupaten Bekasi (107), Bantar Gebang (106), dan bahkan Surabaya (105). Secara keseluruhan, tujuh wilayah dilaporkan memiliki kualitas udara yang tidak sehat pada hari ini.
Dari total 108 stasiun pemantauan yang terintegrasi dengan sistem KLH, hanya 49 daerah yang menunjukkan kualitas udara dalam kategori 'baik'. Sebagian besar wilayah lainnya berada dalam kategori 'sedang'.
Berikut adalah klasifikasi kualitas udara berdasarkan nilai ISPU menurut Peraturan Menteri LHK nomor 14 tahun 2020:
- Baik: 0-50
- Sedang: 51-100
- Tidak Sehat: 101-200
- Sangat Tidak Sehat: 201-300
- Berbahaya: Di atas 300
Pemerintah saat ini tengah berfokus pada penanganan masalah polusi udara di wilayah Jabodetabek. KLH menyatakan komitmennya untuk mengatasi masalah ini secara tegas.
"Kita menghadapi situasi serius. Jabodetabek berada dalam tekanan tinggi dari sumber pencemar, terutama emisi kendaraan bermotor yang menyumbang hingga 57 persen saat musim kemarau. Kami tidak akan membiarkan kondisi ini menjadi normal baru," ungkap Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLH Rasio Ridho Sani, beberapa waktu lalu.
Evaluasi yang dilakukan oleh KLH/BPLH menunjukkan bahwa sumber utama pencemaran udara di Jabodetabek berasal dari:
- Gas buang kendaraan bermotor (32-57%)
- Emisi industri berbasis batubara (sekitar 14%)
- Debu dari aktivitas konstruksi (13%)
- Pembakaran terbuka sampah dan lahan (9-11%)
Selain itu, pembentukan aerosol sekunder dan kondisi meteorologis turut memperburuk akumulasi polutan di atmosfer.
Beberapa langkah konkret telah diambil untuk mengatasi masalah ini, termasuk pengawasan intensif terhadap kawasan industri, uji emisi kendaraan bermotor yang dilakukan bersama Kementerian Perhubungan dan Polri, serta penindakan hukum terhadap sumber-sumber pencemaran, termasuk perusahaan-perusahaan di wilayah Jabodetabek.