Izin Tambang PT Gag di Raja Ampat Tidak Dibatalkan, Pengawasan Diperketat Atas Instruksi Presiden

Keputusan pemerintah untuk tidak mencabut izin usaha pertambangan (IUP) PT Gag di Raja Ampat menuai perhatian. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menjelaskan bahwa operasional PT Gag akan tetap berjalan, namun dengan pengawasan yang lebih ketat. Instruksi ini datang langsung dari Presiden Prabowo Subianto, yang menekankan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan di wilayah tersebut.

Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa pengawasan akan difokuskan pada beberapa aspek krusial. Di antaranya adalah:

  • AMDAL yang Ketat: Proses analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) harus dilakukan dengan sangat cermat dan detail untuk memastikan bahwa kegiatan pertambangan tidak menimbulkan kerusakan yang signifikan.
  • Reklamasi yang Optimal: Perusahaan wajib melakukan reklamasi lahan bekas tambang secara efektif untuk memulihkan kondisi lingkungan seperti sediakala.
  • Perlindungan Terumbu Karang: Aktivitas pertambangan tidak boleh merusak ekosistem terumbu karang yang merupakan aset penting Raja Ampat.

Keputusan ini berbeda dengan nasib empat perusahaan tambang nikel lainnya yang IUP-nya dicabut karena terbukti melakukan pelanggaran lingkungan. Bahlil menjelaskan bahwa pencabutan izin tersebut didasarkan pada beberapa faktor, yakni:

  • Pelanggaran Lingkungan: Berdasarkan laporan dari Menteri Lingkungan Hidup, perusahaan-perusahaan tersebut melakukan pelanggaran terhadap peraturan lingkungan yang berlaku.
  • Lokasi Geopark: Lokasi pertambangan berada di kawasan Geopark yang seharusnya dilindungi ekosistemnya.
  • Aspirasi Masyarakat: Keputusan pencabutan juga mempertimbangkan masukan dari pemerintah daerah dan tokoh-tokoh masyarakat setempat.

Sebelumnya, aktivitas penambangan di Pulau Gag memang menjadi sorotan publik. Banyak pihak, termasuk masyarakat sipil, aktivis lingkungan, akademisi, dan anggota parlemen, menyuarakan kekhawatiran terkait potensi kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatan pertambangan di wilayah yang dikenal dengan keindahan alamnya tersebut.

Greenpeace Indonesia bahkan mendesak pemerintah untuk mencabut seluruh izin tambang di Raja Ampat. Organisasi ini menilai bahwa hilirisasi nikel telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang masif di berbagai wilayah Indonesia, mulai dari hutan, tanah, sungai, hingga laut.