Indonesia Hadapi Tantangan Pendanaan Ambisius untuk Aksi Iklim dan SDGs: Anggaran Negara Terbatas, Inovasi Keuangan Jadi Kunci
Pemerintah Indonesia menghadapi tantangan besar dalam memenuhi kebutuhan pendanaan untuk aksi iklim dan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memperkirakan total dana yang dibutuhkan mencapai angka fantastis, yakni Rp 14.000 triliun.
Direktur Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan Kemenkeu, Masyita Crystallin, menekankan bahwa pendanaan adalah faktor krusial dalam keberhasilan upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Oleh karena itu, Kemenkeu memainkan peran sentral dalam mengamankan sumber daya yang diperlukan.
"Kebutuhan pendanaan untuk aksi iklim sangat besar. Estimasi kami menunjukkan angka Rp 4.000 triliun untuk mendukung aksi iklim secara khusus dan Rp 14.000 triliun untuk keseluruhan SDGs. Keuangan menjadi jantung dari perjuangan kita menghadapi tantangan global ini," ungkap Masyita dalam forum Climate Finance Day.
Namun, Masyita mengakui bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) memiliki keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan pendanaan yang sangat besar tersebut. Oleh karena itu, diperlukan strategi inovatif dan diversifikasi sumber pendanaan.
"APBN memiliki kapasitas terbatas. Dukungan dari lembaga internasional seperti UNDP dan negara-negara donor juga terbatas. Kita harus memaksimalkan penggunaan sumber daya yang ada dan memanfaatkannya sebagai katalisator," jelas Masyita.
Salah satu strategi yang diusulkan adalah melibatkan sektor swasta dalam proyek-proyek hijau melalui mekanisme jaminan atau persyaratan pinjaman yang lebih lunak. Proyek-proyek terkait perubahan iklim seringkali memerlukan komitmen jangka panjang dan memiliki tingkat pengembalian investasi yang relatif rendah, sehingga insentif keuangan diperlukan untuk menarik minat investor swasta.
"Penting untuk menyediakan pembiayaan konsesional atau pembiayaan murah, atau menggunakan APBN untuk menutup selisih biaya, sehingga proyek-proyek berkelanjutan menjadi lebih menarik bagi investor," kata Masyita.
Masyita juga menekankan pentingnya kemitraan strategis dengan lembaga internasional untuk mengatasi perubahan iklim. Pemerintah tidak dapat bekerja sendiri dan membutuhkan dukungan serta keahlian dari berbagai pihak.
"Agenda utama kita adalah membangun ekosistem keuangan berkelanjutan yang tidak hanya mendanai proyek tetapi juga menciptakan dampak positif yang nyata dan merata bagi masyarakat," pungkasnya.
Untuk merealisasikan kebutuhan dana yang besar itu, pemerintah berencana melakukan:
- Pengembangan instrumen keuangan inovatif
- Pemanfaatan APBN secara maksimal
- Menjalin kemitraan strategis dengan lembaga internasional
- Membangun ekosistem keuangan yang berkelanjutan