Terjerat Kasus Gratifikasi Rp 915 Miliar, Eks Pejabat MA Sesali Masa Pensiun yang Suram

Mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, menyampaikan penyesalannya di hadapan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat. Dalam nota pembelaan pribadinya, Zarof mengungkapkan kesedihannya karena impian untuk menikmati masa pensiun bersama keluarga kandas akibat kasus yang menjeratnya. Ia dituntut 20 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas dugaan penerimaan gratifikasi terkait penanganan perkara kasasi terdakwa kasus pembunuhan, Gregorius Ronald Tannur.

"Saya amat menyesal, di umur saya yang sudah 63 tahun dan pada masa pensiun serta di saat saya berikhtiar untuk menghabiskan banyak waktu bersama keluarga, saat ini saya malah berada di sini karena kelalaian saya. Semoga dengan adanya perkara yang saya alami dapat menjadikan saya pribadi yang lebih baik lagi," ujar Zarof Ricar dengan nada penuh penyesalan.

Zarof juga menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat luas dan institusi MA, tempat ia mengabdi selama kurang lebih 33 tahun. Ia menyadari bahwa perbuatannya telah mencoreng nama baik lembaga peradilan. Selain itu, ia juga meminta maaf kepada Kejaksaan Agung Republik Indonesia, dan seluruh masyarakat Indonesia.

"Pada kesempatan ini saya juga meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada MA RI di mana saya mengabdi kurang lebih 33 tahun, Kejaksaan Agung RI, dan seluruh masyarakat Indonesia atas perkara yang saya alami ini," imbuhnya.

Menghadapi tuntutan berat dan proses hukum yang berjalan, Zarof menyatakan akan menghormati apapun keputusan yang akan dijatuhkan oleh majelis hakim. Ia menaruh kepercayaan penuh pada kebijaksanaan hakim dalam memutus perkara ini secara adil dan tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal di luar fakta persidangan.

"Pada akhirnya, saya akan berusaha menghormati keputusan yang diberikan oleh majelis hakim karena sekali lagi, saya sampaikan bahwa saya masih percaya dan yakin bahwa majelis hakim akan bertindak seadil-adilnya serta tidak akan terpengaruh oleh hal-hal yang tidak ada di dalam fakta persidangan," kata Zarof.

Kasus yang menjerat Zarof Ricar bermula dari dugaan penerimaan gratifikasi dengan nilai fantastis, mencapai Rp 915 miliar, serta kepemilikan 51 kilogram emas batangan. Gratifikasi tersebut diduga terkait dengan penanganan sejumlah perkara, termasuk kasus pembunuhan yang melibatkan Gregorius Ronald Tannur. Jaksa mendakwa Zarof dengan pelanggaran Pasal 6 Ayat (1) juncto Pasal 15 dan Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam tuntutannya, JPU menilai perbuatan Zarof telah mencederai integritas lembaga peradilan dan bertentangan dengan upaya pemerintah dalam memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Jaksa juga menyoroti motif terdakwa yang dianggap berulang dan bertujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi dari hasil kejahatan. Selain itu, Zarof juga didakwa melakukan percobaan suap terhadap Hakim Agung Soesilo yang menangani perkara kasasi Gregorius Ronald Tannur.

Terungkapnya kasus ini bermula dari penggeledahan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung di kediaman Zarof Ricar di kawasan Senayan, Jakarta Pusat. Dari penggeledahan tersebut, tim penyidik menemukan sejumlah besar uang tunai dan logam mulia yang jika ditotal mencapai nilai sekitar Rp 1 triliun. Temuan ini menjadi bukti kuat yang memberatkan Zarof dalam proses hukum yang sedang berjalan.

Atas perbuatannya, Zarof dinilai terbukti melanggar Pasal 6 Ayat (1) juncto Pasal 15 dan Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kasus ini menjadi sorotan publik dan menjadi pengingat akan pentingnya menjaga integritas dan profesionalisme dalam menjalankan tugas sebagai aparatur negara, khususnya di lembaga peradilan.