DPR Menggodok Skema Pendidikan Dasar Gratis Nasional: Mampukah APBN Menanggungnya?
Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengamanatkan pendidikan dasar gratis, sebuah tonggak penting dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, realisasi amanat ini membutuhkan perencanaan matang dan alokasi anggaran yang tepat. Komisi X DPR RI saat ini tengah berupaya merumuskan mekanisme yang memungkinkan implementasi kebijakan ini, dengan target paling realistis pada tahun 2026.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, MY Esti Wijayanti, menjelaskan bahwa keputusan MK tidak dapat langsung dieksekusi karena belum terakomodasi dalam anggaran tahun 2025. Meskipun demikian, DPR berkomitmen untuk segera membahas dan menggodok Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) sebagai payung hukum yang akan menaungi program pendidikan dasar gratis ini.
Kalkulasi Anggaran dan Realokasi Dana
Esti Wijayanti meyakini bahwa negara memiliki kapasitas finansial untuk menyediakan pendidikan gratis bagi seluruh siswa Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Indonesia. Ia memaparkan kalkulasi awal yang menunjukkan perkiraan kebutuhan anggaran.
- Jika setiap siswa SD menerima bantuan sebesar Rp 300 ribu per bulan dan siswa SMP menerima Rp 500 ribu per bulan,
- maka total anggaran yang diperlukan untuk menanggung biaya operasional sekolah swasta diperkirakan mencapai Rp 132 triliun.
- Angka ini didasarkan pada asumsi jumlah siswa SD sebanyak 20 juta orang dan siswa SMP sebanyak 10 juta orang.
Esti Wijayanti optimis bahwa melalui realokasi anggaran yang cermat, program sekolah gratis dapat diwujudkan. Realokasi anggaran ini termasuk untuk menjamin kesejahteraan guru, baik di sekolah negeri maupun swasta yang berpartisipasi dalam program ini. Dana tersebut juga diharapkan dapat menutupi gaji guru non-ASN secara layak. Selain itu, siswa tidak akan dipungut biaya apapun, meskipun partisipasi masyarakat melalui gotong royong pendidikan tetap dimungkinkan dengan pengaturan yang jelas.
Renovasi Sekolah dan Kualitas Pendidikan
Mengenai renovasi sekolah, Esti Wijayanti mengusulkan agar anggarannya diserahkan kepada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Namun, ia menekankan bahwa alokasi anggaran renovasi harus disesuaikan dengan kebutuhan infrastruktur masing-masing wilayah. Kebutuhan sekolah di daerah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T) tentu berbeda dengan kebutuhan sekolah di perkotaan.
Esti Wijayanti menegaskan bahwa RUU Sisdiknas akan memastikan pendidikan dasar gratis tetap mengedepankan prinsip keadilan dan mutu. Putusan MK juga telah mengatur syarat-syarat sekolah gratis dari sisi kurikulum dan standar pendidikan. Ia mengingatkan agar program sekolah gratis tidak sampai menurunkan kualitas pendidikan. Perlu dirancang skema yang tepat, termasuk penyesuaian besaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk sekolah swasta, agar guru sejahtera, operasional sekolah tertutup, dan fasilitas sekolah memadai.
Esti Wijayanti meyakini bahwa negara mampu merealisasikan program ini dengan mempertimbangkan mandatory spending sebesar 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Tahun ini, anggaran pendidikan dialokasikan sebesar Rp 724 triliun, namun untuk Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) baru dialokasikan Rp 33,5 triliun. Angka ini dinilai masih terlalu kecil, sehingga perlu ada ruang untuk mengimplementasikan putusan MK secara efektif.
Otonomi Sekolah Swasta
Esti Wijayanti juga menyoroti pentingnya memperhatikan sekolah-sekolah swasta yang sudah mandiri dan mampu memenuhi kebutuhannya tanpa bantuan pemerintah. Negara tidak dapat memaksa sekolah yang tidak ingin bergabung dalam program sekolah gratis. Prinsip utamanya adalah memastikan semua anak memiliki hak atas pendidikan yang dibiayai oleh negara.