Praperadilan LP3HI Terkait Dugaan Gratifikasi Anggota DPR Ditolak PN Jaksel
Praperadilan LP3HI Terkait Dugaan Gratifikasi Anggota DPR Ditolak PN Jaksel
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada Selasa (4/3/2025) menolak gugatan praperadilan yang diajukan Lembaga Pengawas dan Pengacara Hukum Indonesia (LP3HI) terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Gugatan tersebut terkait dugaan penghentian penyidikan terhadap Sudin, mantan Ketua Komisi IV DPR RI, dalam kasus dugaan gratifikasi mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Hakim tunggal, Imelda Herawati, memutuskan menerima eksepsi yang diajukan KPK. Dengan demikian, pokok perkara gugatan dengan nomor register 10/Pid.Prap/2025/PN.Jkt.Sel dinyatakan tidak dapat diterima.
Dalam putusannya, Hakim Imelda Herawati menjelaskan bahwa karena eksepsi KPK dikabulkan, maka pokok perkara tidak dapat dipertimbangkan lebih lanjut. Keputusan ini mengakhiri upaya hukum LP3HI untuk mendesak KPK melanjutkan penyidikan terhadap Sudin. LP3HI sebelumnya mengajukan gugatan praperadilan ini karena menilai KPK telah menghentikan penyidikan dugaan gratifikasi yang diterima Sudin dari SYL. Dugaan tersebut muncul berdasarkan sejumlah informasi dan kesaksian yang menguatkan indikasi adanya penerimaan gratifikasi.
Wakil Ketua LP3HI, Kurniawan Adi Nugroho, menjelaskan alasan di balik pengajuan gugatan praperadilan tersebut. Kurniawan mengungkapkan bahwa KPK telah melakukan penggeledahan di rumah Sudin untuk mencari sebuah jam tangan mewah merek Rolex yang diduga diberikan oleh SYL sebagai gratifikasi. Informasi mengenai penggeledahan ini, menurut Kurniawan, merupakan salah satu dasar kuat yang mendasari gugatan praperadilan yang mereka ajukan. Lebih lanjut, Kurniawan juga merujuk pada kesaksian Panji Hartanto, eks ajudan SYL, dalam persidangan kasus korupsi SYL pada 17 April 2024. Dalam kesaksiannya, Panji Hartanto menyebut Sudin sebagai penerima jam tangan Rolex tersebut senilai sekitar Rp 100 juta yang diberikan oleh SYL. Hal ini, menurut Kurniawan, semakin memperkuat dugaan keterlibatan Sudin dalam kasus dugaan gratifikasi.
Meskipun Sudin telah diperiksa oleh KPK, LP3HI menilai proses penyidikan tersebut mandek dan sengaja dihentikan oleh KPK. Kurniawan bahkan menuding KPK berlarut-larut dalam menangani perkara ini dan tidak menunjukkan itikad baik untuk mengusut tuntas dugaan keterlibatan Sudin. Dalam gugatannya, LP3HI meminta agar KPK segera menyelesaikan penyidikan dan menetapkan Sudin sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana korupsi berupa gratifikasi dan/atau pemerasan yang diduga dilakukannya saat menjabat sebagai Ketua Komisi IV DPR RI. Namun, dengan ditolaknya gugatan praperadilan ini, harapan LP3HI untuk melihat Sudin ditetapkan sebagai tersangka nampaknya harus melalui jalur hukum yang lain.
Penolakan gugatan praperadilan ini menimbulkan pertanyaan mengenai langkah selanjutnya yang akan diambil oleh LP3HI. Apakah mereka akan mengajukan upaya hukum lain atau menerima keputusan PN Jaksel? Kasus ini juga menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses penegakan hukum di Indonesia, khususnya dalam menangani dugaan korupsi yang melibatkan pejabat publik.