DPR Desak Pemerintah Evaluasi Penerbitan IUP: Kasus Raja Ampat Jadi Sorotan
Legislator Minta Pemerintah Lebih Hati-Hati dalam Penerbitan Izin Usaha Pertambangan
Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam, menyampaikan apresiasi atas tindakan pemerintah yang telah mencabut empat Izin Usaha Pertambangan (IUP) di pulau-pulau kecil wilayah Raja Ampat. Langkah ini diharapkan menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah agar lebih berhati-hati dan tidak gegabah dalam mengeluarkan izin pertambangan di masa mendatang.
"Kejadian di Raja Ampat ini harus menjadi momentum bagi pemerintah untuk lebih selektif dan transparan dalam memberikan izin tambang. Jangan sampai pemerintah justru terkesan menjadi perantara kepentingan bisnis tambang," ujar Mufti Anam kepada wartawan, Selasa (10/6/2025).
Mufti Anam menekankan bahwa Raja Ampat merupakan wilayah dengan keanekaragaman hayati yang luar biasa, menjadi rumah bagi ratusan spesies flora dan fauna. Aktivitas pertambangan, menurutnya, akan merusak ekosistem yang rapuh dan mengancam kesejahteraan masyarakat setempat yang bergantung pada kelestarian alam.
"Yang dikorbankan bukan hanya sumber daya alam, tetapi juga martabat bangsa! Raja Ampat adalah aset yang harus dilindungi, bukan dieksploitasi. Pemerintah yang membiarkan aktivitas pertambangan merajalela di sana, sama saja dengan merampas hak generasi mendatang," tegasnya.
Legislator tersebut juga menyoroti bahwa kegiatan penambangan di pulau-pulau kecil Raja Ampat jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 yang secara tegas melarang aktivitas pertambangan di pulau-pulau dengan luas kurang dari 2.000 kilometer persegi. Ia mempertanyakan bagaimana mungkin izin tambang dapat diterbitkan di wilayah yang sebagian besar merupakan kawasan konservasi.
"Lebih ironis lagi, Peraturan Daerah Kabupaten Raja Ampat Nomor 3 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) justru menetapkan beberapa pulau kecil sebagai kawasan pertambangan, sebuah kebijakan yang jelas-jelas menabrak undang-undang yang lebih tinggi," ungkap Mufti.
"Ditambah lagi, respons beberapa pejabat yang terkesan membela kepentingan perusahaan tambang dan memunculkan narasi-narasi yang bertentangan dengan aspirasi masyarakat asli Papua, semakin memperburuk situasi," imbuhnya.
Mufti Anam menegaskan bahwa Raja Ampat adalah destinasi wisata kelas dunia dan kawasan konservasi yang memiliki nilai ekologis yang tinggi, bukan zona industri ekstraktif. Oleh karena itu, sangat tidak masuk akal jika izin pertambangan dapat diterbitkan di kawasan tersebut.
"Cukup sudah kerusakan hutan, pencemaran laut, dan penggusuran masyarakat adat. Kita tidak boleh menggadaikan alam yang merupakan warisan berharga bagi generasi penerus," tegasnya.
Mufti Anam juga mendesak Kementerian ESDM dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk membuka data secara transparan mengenai seluruh izin tambang yang ada di kawasan Raja Ampat. Ia berharap agar penelusuran juga dilakukan di pulau-pulau kecil lainnya untuk memastikan tidak ada pelanggaran serupa.
"Masyarakat berhak tahu sejauh mana negara melindungi wilayah-wilayah konservasi. Jangan sampai muncul kesan bahwa hukum dapat dinegosiasikan demi kepentingan investasi. Perlu diingat bahwa larangan tambang di pulau-pulau kecil tidak hanya berlaku di Raja Ampat, tetapi juga di seluruh wilayah Indonesia," tandasnya.
Pemerintah Cabut Izin Empat Perusahaan Tambang di Raja Ampat
Pemerintah telah mengambil tindakan tegas dengan mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik empat perusahaan yang beroperasi di pulau-pulau kecil di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Keputusan ini diumumkan dalam konferensi pers yang digelar di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada hari Selasa (10/6/2025).
Konferensi pers tersebut dihadiri oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, dan Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq. Mensesneg Prasetyo Hadi menyampaikan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan pencabutan IUP keempat perusahaan tambang tersebut.
"Atas perintah Bapak Presiden, pemerintah telah memutuskan untuk mencabut IUP empat perusahaan yang beroperasi di Kabupaten Raja Ampat," kata Prasetyo Hadi.