Kontroversi Kebijakan Nadiem Makarim: Dari GovTech Edu hingga Penghapusan Ujian Nasional
Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim baru-baru ini memberikan penjelasan terkait isu dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook pada masanya. Isu ini mencuat seiring dengan anggapan bahwa pengadaan laptop untuk digitalisasi pendidikan tersebut berpotensi melanggar Peraturan Presiden (Perpres) terkait petunjuk teknis dana alokasi khusus fisik.
Selama menjabat, Nadiem Makarim memang dikenal dengan berbagai kebijakan yang memicu perdebatan publik. Kebijakan-kebijakan ini mencakup berbagai aspek, mulai dari tata kelola pendidikan hingga kurikulum.
GovTech Edu: Organisasi 'Bayangan'?
Salah satu kebijakan yang sempat menjadi sorotan adalah pembentukan GovTech Edu pada tahun 2022. Nadiem menjelaskan bahwa GovTech Edu adalah tim yang terdiri dari ratusan ahli di bidang teknologi, seperti product manager, software engineer, dan data scientist. Tim ini bertugas membantu Kemendikbudristek dalam merancang dan mengimplementasikan kebijakan berbasis teknologi.
Nadiem mengklarifikasi bahwa GovTech Edu bukanlah organisasi bayangan, melainkan vendor yang dikontrak oleh Kemendikbudristek. Pendanaan untuk GovTech Edu berasal dari anggaran Kemendikbudristek. Organisasi ini dibentuk pada tahun 2020, sebagai respons terhadap kebutuhan digitalisasi pendidikan di masa pandemi COVID-19.
Polemik Kenaikan UKT
Pada Mei 2024, isu kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) juga menjadi perhatian publik. Kenaikan UKT ini didasarkan pada Peraturan Mendikbudristek tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT), yang menjadi dasar peningkatan anggaran bagi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan PTN Badan Hukum (PTN-BH).
Menanggapi gelombang penolakan dari berbagai pihak, Presiden Joko Widodo memanggil Nadiem Makarim ke Istana. Setelah pertemuan tersebut, Nadiem mengumumkan pembatalan kenaikan UKT untuk tahun ajaran 2024/2025. Kemendikbudristek berjanji untuk mengevaluasi kembali pengajuan UKT dari seluruh PTN.
Pramuka Tidak Lagi Wajib
Kebijakan lain yang menuai kritik adalah penghapusan kewajiban ekstrakurikuler Pramuka di sekolah. Sebelumnya, berdasarkan Permendikbud tentang Pendidikan Kepramukaan sebagai Ekstrakurikuler Wajib, Pramuka merupakan salah satu ekstrakurikuler wajib bagi siswa pendidikan dasar dan menengah.
Namun, dengan diterbitkannya Permendikbudristek tentang Kurikulum pada PAUD, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah, Permendikbud sebelumnya dinyatakan tidak berlaku lagi. Meskipun tidak lagi wajib, Kemendikbudristek menegaskan bahwa Kurikulum Merdeka tetap mencakup ekstrakurikuler Pramuka. Sekolah tetap wajib menyediakan Pramuka sebagai pilihan ekstrakurikuler, namun siswa dapat memilih ekstrakurikuler sesuai minat dan bakatnya.
Kwartir Nasional (Kwarnas) Pramuka mengkritik kebijakan ini. Kwarnas Pramuka berpendapat bahwa Pramuka memiliki peran strategis dalam pembangunan karakter bangsa dan pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Penghapusan Ujian Nasional
Puncak kontroversi terjadi ketika Nadiem Makarim menghapus Ujian Nasional (UN) dan menggantinya dengan Asesmen Nasional pada tahun 2021. Nadiem berpendapat bahwa UN seringkali menjadi ajang diskriminasi, di mana siswa dari keluarga mampu memiliki akses lebih baik ke bimbingan belajar.
Penghapusan UN ini juga menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). JK berpendapat bahwa penghapusan UN dapat menurunkan semangat belajar siswa dan menciptakan generasi yang kurang siap menghadapi tantangan. JK juga mengaitkan penurunan peringkat mutu pendidikan Indonesia dalam riset PISA dengan penghapusan UN sebagai penentu kelulusan.