DPR Desak Kejagung Usut Tuntas Dugaan Korupsi Chromebook yang Mencoreng Dunia Pendidikan
Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah, mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk segera menindaklanjuti dan memprioritaskan pengusutan kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Kasus yang diduga merugikan negara hingga Rp 9,982 triliun ini terjadi pada periode 2019-2022. Abdullah menekankan pentingnya transparansi dan kecepatan dalam penanganan kasus ini mengingat dampaknya yang signifikan terhadap sektor pendidikan.
"Kejaksaan Agung harus bertindak cepat dan transparan dalam menindaklanjuti kasus ini. Kasus ini melibatkan keuangan negara dan menyentuh sektor pendidikan yang vital. Dugaan mark-up harga dalam pengadaan laptop Chromebook harus menjadi prioritas pengusutan. Kejaksaan Agung tidak boleh ragu untuk menelusuri aliran dana dan menetapkan tersangka jika bukti sudah mencukupi," tegas Abdullah dalam keterangan tertulisnya.
Abdullah juga menyerukan kepada semua pihak terkait, termasuk kementerian, penyedia barang, dan pihak-pihak yang terlibat dalam proses penganggaran, untuk bersikap kooperatif selama proses penyelidikan. Ia menekankan bahwa kasus dugaan korupsi ini sangat mencoreng citra dunia pendidikan Indonesia. Komisi III DPR RI berjanji akan mengawal kasus ini secara seksama, dengan tetap menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah dan menyerahkan sepenuhnya kepada penyidik Kejaksaan Agung.
Kasus ini melibatkan pemeriksaan tiga mantan staf khusus (stafsus) Mendikbudristek, yaitu FH, JT, dan IA, sebagai saksi. Penyidik Kejaksaan Agung telah melakukan penggeledahan di apartemen ketiganya pada tanggal 21 dan 23 Mei 2025, dan menyita sejumlah barang bukti elektronik dan dokumen terkait. Fokus penyidikan saat ini adalah mendalami dugaan adanya pemufakatan jahat yang mengarahkan tim teknis untuk merekomendasikan penggunaan sistem operasi Chrome OS, meskipun uji coba sebelumnya menunjukkan hasil yang tidak efektif.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, mengungkapkan bahwa penyidik sedang menyelidiki dugaan adanya rekayasa dalam kajian tim teknis yang mengarah pada pemilihan sistem operasi Chrome OS. Padahal, pada tahun 2019, Pustekom Kemendikbudristek telah melakukan uji coba penggunaan 1.000 unit Chromebook dan hasilnya tidak memuaskan. Kajian tim teknis saat itu justru merekomendasikan penggunaan spesifikasi dengan sistem operasi Windows, namun rekomendasi tersebut diabaikan dan diganti dengan Chrome OS.
Dari sisi anggaran, pengadaan Chromebook ini menelan biaya yang sangat besar, mencapai Rp 9,982 triliun. Dana tersebut berasal dari dua sumber, yaitu Dana Satuan Pendidikan (DSP) sebesar Rp 3,582 triliun dan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 6,399 triliun. Angka ini menunjukkan skala pengadaan yang masif dan potensi kerugian negara yang sangat besar jika terbukti adanya korupsi.
Berikut adalah poin-poin penting yang menjadi sorotan dalam kasus ini:
- Dugaan Mark-up: Adanya indikasi penggelembungan harga dalam pengadaan Chromebook.
- Pemufakatan Jahat: Dugaan rekayasa dalam proses pengambilan keputusan yang mengarah pada pemilihan Chrome OS.
- Inefisiensi Penggunaan: Hasil uji coba yang menunjukkan bahwa Chromebook tidak efektif untuk kebutuhan pendidikan.
- Anggaran Fantastis: Penggunaan dana negara yang sangat besar, mencapai hampir Rp 10 triliun.
Kejaksaan Agung diharapkan dapat segera mengungkap fakta-fakta di balik kasus ini dan membawa para pelaku yang bertanggung jawab ke pengadilan. Penuntasan kasus ini sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap pemerintah dan memastikan bahwa dana pendidikan digunakan secara efektif dan efisien.