Mantan Presiden Duterte Ditahan: Reaksi Publik Terbelah di Tengah Tuduhan Kejahatan Kemanusiaan

Mantan Presiden Duterte Ditahan: Reaksi Publik Terbelah di Tengah Tuduhan Kejahatan Kemanusiaan

Penangkapan mantan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, di Bandara Internasional Ninoy Aquino, Manila, pada Selasa (11/3/2025), telah memicu reaksi beragam di tengah masyarakat Filipina. Penangkapan yang dilakukan berdasarkan surat perintah penangkapan dari Mahkamah Pidana Internasional (ICC) ini terkait dengan investigasi atas dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan selama masa pemerintahannya, khususnya dalam konteks perang melawan narkoba yang kontroversial. Kehadiran aparat keamanan yang signifikan di terminal kedatangan bandara menjadi saksi bisu atas peristiwa bersejarah ini, sementara di luar, para pendukung Duterte melampiaskan kesedihan dan kemarahan mereka. Suasana tegang menyelimuti area bandara seiring dengan teriakan protes yang menggema.

Reaksi publik terhadap penangkapan ini terpolarisasi. Sebagian pendukung setia Duterte mengungkapkan kesedihan mendalam dan rasa ketidakadilan. Rose (30), salah satu pendukungnya, menyatakan kekecewaan dan kemarahannya dengan nada bergetar menahan air mata. Ia menilai Duterte telah berjasa bagi Filipina dengan menurunkan angka kriminalitas dan menciptakan ketertiban selama masa kepemimpinannya. Sentimen serupa diungkapkan oleh Aikko Valdon (31), seorang pekerja migran, yang mengaku terkejut dan merasa Duterte telah banyak berbuat untuk negara. Mereka memandang penangkapan ini sebagai tindakan yang tidak adil terhadap seorang tokoh yang dianggap telah berjasa besar. Namun di sisi lain, penangkapan ini juga disambut positif oleh kelompok-kelompok yang selama ini mengkritik kebijakan Duterte, terutama terkait perang melawan narkoba yang menelan ribuan nyawa. Mereka memandang penangkapan ini sebagai langkah penting dalam upaya penegakan hukum dan keadilan internasional.

Tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilayangkan ICC didasarkan pada ribuan kematian yang terjadi selama perang melawan narkoba di era Duterte. ICC menilai kematian-kematian tersebut terjadi di luar proses hukum yang sah dan melanggar hukum internasional. Meskipun Duterte sempat menyatakan kesiapannya untuk ditangkap sehari sebelum penangkapannya, ia juga menegaskan tidak pernah secara langsung memerintahkan pembunuhan, kecuali dalam situasi membela diri. Pernyataan ini tentu saja akan menjadi poin penting dalam proses hukum yang akan dihadapi mantan presiden berusia 79 tahun tersebut. Saat ini, Duterte ditahan oleh otoritas Filipina dan menunggu proses hukum selanjutnya.

Peristiwa ini diperkirakan akan semakin memperkeruh situasi politik di Filipina, terutama mengingat hubungan yang tegang antara keluarga Duterte dan pemerintahan Presiden Ferdinand Marcos Jr. Penangkapan Duterte bukan hanya sekadar kasus hukum biasa, tetapi juga memiliki implikasi politik yang luas dan berpotensi memicu ketidakstabilan. Proses hukum yang akan dijalani Duterte akan menjadi sorotan dunia internasional, dan hasilnya akan memiliki dampak signifikan terhadap masa depan politik Filipina. Pertanyaan mengenai keadilan, akuntabilitas, dan warisan pemerintahan Duterte akan terus menjadi perdebatan yang sengit di tengah masyarakat Filipina.