Oknum Polisi Diduga Lecehkan Korban Pemerkosaan Saat Melapor, Sorotan Tajam terhadap Sistem Hukum Mencuat

Dugaan Pelecehan Seksual oleh Oknum Polisi Terhadap Korban Pemerkosaan: Krisis Kepercayaan dan Tuntutan Reformasi Sistem Hukum

Kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang oknum anggota polisi, Aipda PS, terhadap seorang wanita berinisial MML yang merupakan korban pemerkosaan di Nusa Tenggara Timur (NTT), telah memicu gelombang kecaman dan keprihatinan mendalam dari berbagai pihak. Insiden ini terjadi saat MML melaporkan kasus pemerkosaan yang dialaminya di Polsek Wewewa Selatan, Kabupaten Sumba Barat Daya. Fakta bahwa pelecehan tersebut terjadi di kantor polisi, yang seharusnya menjadi tempat aman bagi masyarakat untuk mencari keadilan dan perlindungan, semakin memperburuk situasi dan menggerus kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.

Anggota Komisi III DPR RI, Sarifuddin Sudding, mengecam keras tindakan tersebut dan menyebutnya sebagai "kegagalan telanjang dari sistem hukum". Ia menekankan bahwa kasus ini bukan hanya sekadar tindak pidana individual, tetapi juga mencerminkan adanya masalah sistemik dalam pembinaan personel dan pengawasan internal di tubuh Polri. Sudding mendesak agar kasus ini diusut tuntas melalui peradilan umum dan pelaku dihukum seberat-beratnya, tanpa hanya mengandalkan mekanisme sidang etik yang dinilai tidak memadai untuk menangani kejahatan serius semacam ini.

Kronologi Kejadian dan Reaksi Publik

Kasus ini bermula ketika MML melaporkan tindak pemerkosaan yang dialaminya pada tanggal 2 Maret 2025 di Polsek Wewewa Selatan. Dalam proses memberikan keterangan kepada Aipda PS, MML justru diduga menjadi korban pelecehan seksual oleh oknum polisi tersebut. Setelah kejadian, Aipda PS disebut-sebut meminta MML untuk tidak menceritakan kejadian tersebut kepada siapapun. Namun, MML akhirnya memberanikan diri untuk mengungkap kejadian yang dialaminya.

Kisah ini kemudian viral di media sosial, memicu kemarahan dan kecaman dari warganet. Kapolres Sumba Barat Daya, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Harianto Rantesalu, membenarkan adanya laporan dugaan pelanggaran kode etik profesi Polri yang dilakukan oleh Aipda PS. Yang bersangkutan telah ditahan khusus selama 30 hari ke depan oleh Seksi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polres Sumba Barat Daya sambil menunggu proses sidang Kode Etik Profesi Polri.

Tindakan Tegas dan Komitmen Polri

AKBP Harianto menegaskan bahwa institusinya tidak akan menoleransi segala bentuk pelanggaran, terutama yang mencoreng nama baik Polri, apalagi yang terkait dengan tindak pelecehan seksual. Ia menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat atas kejadian ini dan berjanji akan menangani kasus ini secara profesional, objektif, dan transparan sesuai dengan hukum yang berlaku.

Polri berkomitmen untuk menindak tegas pelaku dan memperbaiki sistem pengawasan internal guna mencegah kejadian serupa di masa mendatang. Kasus ini menjadi momentum penting bagi Polri untuk melakukan introspeksi dan reformasi menyeluruh, demi memulihkan kepercayaan publik dan memastikan bahwa institusi kepolisian benar-benar menjadi pelindung dan pengayom masyarakat.

Poin-Poin Penting:

  • Oknum polisi diduga melakukan pelecehan seksual terhadap korban pemerkosaan saat melapor di Polsek Wewewa Selatan.
  • Anggota Komisi III DPR RI mengecam keras tindakan tersebut sebagai "kegagalan telanjang dari sistem hukum".
  • Kapolres Sumba Barat Daya telah menahan Aipda PS dan berjanji akan menangani kasus ini secara profesional dan transparan.
  • Kasus ini memicu tuntutan reformasi sistem hukum dan pengawasan internal di tubuh Polri.