Kejati Bengkulu Usut Tuntas Dugaan Penyelewengan PAD, Seluruh Mantan Wali Kota Jadi Target Pemeriksaan

Kejaksaan Tinggi Bengkulu Dalami Dugaan Kerugian Negara Ratusan Miliar Rupiah

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu tengah gencar melakukan pendalaman terkait dugaan kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bengkulu yang diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah. Langkah signifikan diambil dengan memanggil dan memeriksa seluruh mantan wali kota yang pernah menjabat, yang diduga memiliki keterkaitan dengan kasus tersebut.

"Kami akan memeriksa semua kepala daerah yang pernah menjabat dan memiliki relevansi dengan kasus ini," tegas Kasi Penkum Kejati Bengkulu, Ristianti Andriani. Pernyataan ini mengindikasikan komitmen Kejati untuk mengungkap tuntas dugaan praktik korupsi yang merugikan keuangan daerah.

Selain para mantan wali kota, penyidik juga telah memeriksa sejumlah saksi kunci, termasuk Sumardi, mantan Penjabat Wali Kota Bengkulu periode 2012-2013, serta pihak perbankan yang diduga terlibat dalam aliran dana PAD yang bermasalah. Pada hari Selasa (10/6/2025), tim penyidik tindak pidana khusus Kejati Bengkulu memeriksa empat orang, termasuk perwakilan dari pihak bank.

Kasus ini telah menyeret tiga orang sebagai tersangka, yaitu:

  • Mantan Wali Kota Bengkulu, Ahmad Kanedi
  • Direktur Utama PT Tigadi Lestari, Kurniadi Benggawan
  • Direktur Utama PT Dwisaha Selaras Abadi, Wahyu Laksono

Penyitaan Aset dan Modus Operandi

Sebagai bagian dari upaya pengembalian kerugian negara, Kejati Bengkulu telah menyita pusat perbelanjaan Mega Mall yang berlokasi di Kota Bengkulu. Penyitaan ini berkaitan erat dengan dugaan kebocoran PAD yang terjadi sejak berdirinya Pasar Tradisional Modern (PTM) Mega Mall di atas lahan milik Pemerintah Kota (Pemkot) Bengkulu pada tahun 2004.

Modus operandi dalam kasus ini diduga melibatkan perubahan status lahan Mega Mall dari Hak Pengelolaan Lahan (HPL) menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB). SHGB tersebut kemudian dipecah menjadi dua bagian, yaitu untuk Mega Mall dan untuk pasar, sebelum diagunkan ke perbankan oleh pihak manajemen. Akibatnya, ketika terjadi kredit macet, sertifikat tersebut kembali diagunkan ke perbankan lain, menyebabkan utang pada pihak ketiga yang mengancam kepemilikan lahan Pemkot Bengkulu.

Selain itu, sejak berdirinya Mega Mall, pengelola diduga tidak pernah menyetorkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ke kas daerah, yang mengakibatkan kerugian negara yang diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah. Kejati Bengkulu terus berupaya mengumpulkan bukti-bukti dan keterangan yang diperlukan untuk mengungkap secara terang benderang kasus ini dan menyeret semua pihak yang terlibat ke pengadilan.