KPK Dalami Dugaan Pemerasan TKA oleh Eks Staf Khusus Menaker

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan suap terkait pengurusan tenaga kerja asing (TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) periode 2020-2023. Sebagai bagian dari proses penyidikan, KPK telah memeriksa dua mantan staf khusus Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), yaitu Rishyaryudi Triwibowo dan Caswiyono Rusydie Cakrawangsa, pada hari Selasa, 10 Juni 2025.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkapkan bahwa pemeriksaan terhadap kedua mantan staf khusus tersebut difokuskan pada pendalaman tugas dan fungsi mereka selama menjabat. Selain itu, penyidik juga menggali informasi terkait dugaan pemerasan yang dilakukan terhadap TKA dan aliran dana yang berasal dari hasil pemerasan tersebut. "Didalami terkait tugas dan fungsinya, pengetahuan mereka terkait dengan pemerasan terhadap TKA dan pengetahuan mereka atas aliran dana dari hasil pemerasan," ujar Budi.

Selain Rishyaryudi dan Caswiyono, KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap Luqman Hakim, yang juga merupakan mantan staf khusus Menaker. Namun, Luqman Hakim tidak dapat memenuhi panggilan penyidik karena alasan sakit.

Kasus dugaan korupsi di Kemnaker ini bermula dari informasi adanya praktik suap dalam proses pengurusan izin penggunaan TKA. KPK menduga bahwa oknum pejabat di Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta & PKK) Kemnaker melakukan pemerasan terhadap calon TKA yang ingin bekerja di Indonesia. Modusnya adalah dengan memaksa atau memungut sejumlah uang dari para calon TKA tersebut.

Sebelumnya, Plt Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa para tersangka diduga melanggar Pasal 12 huruf e dan/atau Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 12 huruf e mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran, atau melakukan suatu perbuatan bagi dirinya sendiri. Sementara Pasal 12 B mengatur tentang gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka. KPK akan terus melakukan pendalaman dan pengembangan kasus ini untuk mengungkap seluruh pihak yang terlibat dan mengembalikan kerugian negara yang ditimbulkan.