Kasus Pelecehan Korban Pemerkosaan di NTT: Desakan Proses Pidana untuk Oknum Polisi Mencuat

Kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang anggota polisi di Polsek Wewewa Selatan, Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT), terhadap seorang korban pemerkosaan memicu reaksi keras dari berbagai pihak. Direktur Eksekutif The Indonesian Legal Resource Center (ILRC), Siti Aminah Tardi, dengan tegas mendesak agar Aipda PS, oknum polisi yang diduga melakukan pelecehan, tidak hanya dikenakan sanksi etik, tetapi juga diproses secara pidana.

Siti Aminah Tardi yang juga merupakan Komisioner Komnas Perempuan periode 2020-2025, menekankan bahwa tindakan Aipda PS memenuhi unsur pidana yang melanggar Pasal 4 Ayat 1 dan Pasal 6 Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Pasal-pasal tersebut secara jelas mengatur mengenai larangan dan sanksi bagi pelaku kekerasan seksual. Ami, sapaan akrabnya, mengungkapkan kekecewaannya atas penanganan kasus serupa yang kerap kali hanya berhenti pada proses etik di internal kepolisian. Menurutnya, penyelesaian kasus melalui mekanisme etik saja tidak memberikan efek jera yang memadai dan membuka potensi keberulangan.

Desakan untuk memproses Aipda PS secara pidana juga didasari atas keprihatinan terhadap kasus-kasus kekerasan seksual yang melibatkan aparat kepolisian, khususnya di NTT. Ami menyinggung kasus pencabulan yang melibatkan Kapolres Ngada sebagai contoh kasus serupa yang mencoreng citra kepolisian. Ia menilai, penanganan kasus kekerasan seksual yang tidak komprehensif dan hanya berfokus pada pelanggaran etik menunjukkan lemahnya komitmen kepolisian dalam melindungi korban kekerasan seksual.

Lebih lanjut, Ami menyoroti pentingnya implementasi UU TPKS secara optimal, termasuk ketentuan mengenai petugas penerima laporan kasus TPKS yang idealnya memiliki jenis kelamin yang sama dengan pelapor. Ketentuan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual oleh aparat penegak hukum (APH) dan memberikan rasa aman kepada korban saat melaporkan kasus yang dialaminya. Ia berharap Kapolda NTT dapat membuka kasus pelecehan ini ke ranah pidana umum, sebagai bentuk komitmen kepolisian dalam menangani kasus kekerasan seksual secara serius dan berpihak pada korban.

Sebelumnya, Kapolres Sumba Barat Daya, AKBP Harianto Rantesalu, telah mengkonfirmasi penahanan Aipda PS oleh Seksi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polres Sumba Barat Daya. Penahanan dilakukan sebagai tindak lanjut atas laporan dugaan pelanggaran kode etik profesi Polri yang dilakukan oleh Aipda PS terhadap seorang korban pemerkosaan yang melapor ke Polsek Wewewa Selatan. Kasus ini mencuat ke publik setelah viral di media sosial Facebook, yang menyebutkan bahwa seorang perempuan berinisial MML (25) menjadi korban dugaan pelecehan seksual oleh Aipda PS saat melaporkan kasus pemerkosaan yang dialaminya.

AKBP Harianto Rantesalu menjelaskan bahwa Aipda PS akan menjalani penahanan khusus selama 30 hari ke depan, sambil menunggu proses sidang Kode Etik Profesi Polri. Penahanan ini merupakan langkah awal dalam proses pemeriksaan dan penindakan terhadap Aipda PS, yang diharapkan dapat memberikan keadilan bagi korban dan menunjukkan komitmen kepolisian dalam menindak tegas anggota yang melakukan pelanggaran.

Berikut point-point penting dalam berita ini:

  • Aipda PS diduga melakukan pelecehan seksual terhadap korban pemerkosaan.
  • Siti Aminah Tardi mendesak agar Aipda PS diproses pidana, tidak hanya etik.
  • Kasus ini mencuat setelah viral di media sosial.
  • Kapolres Sumba Barat Daya telah menahan Aipda PS.
  • Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan aparat kepolisian dan korban kekerasan seksual.