Paradoks Harga Beras: Stok Melimpah, Konsumen Tercekik Kenaikan Harga

Anomali terjadi di pasar beras Indonesia. Di saat Perum Bulog mencatat surplus stok beras yang signifikan, harga di tingkat konsumen justru melambung tinggi, melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai efektivitas pengelolaan stok dan distribusi beras nasional.

Pengamat kebijakan pertanian, Khudori, menyoroti ketidaksesuaian antara ketersediaan pasokan dan harga yang harus dibayar masyarakat. Menurutnya, percuma saja Bulog memiliki cadangan beras melimpah jika pada kenyataannya, masyarakat tetap kesulitan mengakses beras dengan harga yang terjangkau. Khudori mempertanyakan urgensi penumpukan stok beras jika tidak berdampak positif terhadap stabilisasi harga di pasar.

Menurut data yang ada, penyerapan gabah atau beras oleh Bulog mencapai 2,51 juta ton. Bahkan Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya surplus produksi beras selama periode Januari hingga Juni 2025. Sebagian besar surplus ini diserap oleh Bulog. Namun, fakta ini tidak serta merta membuat harga beras di pasaran menjadi stabil. Harga beras medium dan premium justru mengalami kenaikan yang signifikan.

Khudori berpendapat, kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp6.500 per kilogram untuk gabah kering panen, tanpa memandang kualitas, turut memperparah situasi ini. Menurutnya, kebijakan ini menyebabkan penggilingan swasta cenderung menyerap gabah berkualitas baik, sementara gabah berkualitas buruk disetor ke Bulog. Bulog, dalam hal ini, tidak dapat menolak pasokan tersebut karena bersifat wajib.

Khudori menyarankan agar pemerintah segera mendistribusikan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang tersimpan di gudang Bulog. Semakin lama CBP disimpan, semakin besar pula biaya yang harus ditanggung Bulog untuk pengelolaan dan penyimpanan. Selain itu, terdapat risiko penurunan kualitas, penyusutan volume, bahkan kerusakan jika penyimpanan berlangsung terlalu lama.

Untuk mengatasi masalah ini, Khudori mengusulkan agar Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) atau operasi pasar dilakukan secara bersamaan dengan penyaluran bantuan sosial (bansos) beras. Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) telah mengumumkan rencana penyaluran bansos beras kepada 18,3 juta keluarga penerima manfaat.

"Bantuan pangan untuk dua bulan (Juni dan Juli) disalurkan sekaligus pada bulan ini. Total beras yang disalurkan mencapai sekitar 360 ribu ton. Pemerintah juga telah menjelaskan akan menyalurkan beras SPHP dengan target 250 ribu ton pada bulan Juni ini. Jika dijumlahkan, kedua langkah ini diharapkan dapat memengaruhi harga di pasar," jelas Khudori.

Dengan adanya bansos beras, diharapkan warga penerima bantuan tidak perlu lagi membeli beras di pasar, atau setidaknya mengurangi jumlah pembelian mereka. Hal ini diharapkan dapat mengurangi tekanan terhadap harga beras di pasar. Selain itu, melalui SPHP, masyarakat dapat mengakses beras berkualitas baik dengan harga yang terjangkau.

Khudori menambahkan, jika langkah-langkah ini tidak dilanjutkan setelah bulan Juni, sulit untuk mengharapkan penurunan harga beras dalam jangka panjang. Efektivitas stabilisasi harga akan sangat bergantung pada keberlanjutan dan konsistensi kebijakan pemerintah.