Penulis Tiongkok Dedikasikan Penghargaan Sastra untuk Mendiang Kekasih: Kisah Cinta yang Menyentuh Hati

Kisah pilu tentang cinta dan kehilangan telah menyentuh hati jutaan orang di media sosial, berawal dari sebuah ajang penghargaan sastra di Tiongkok. Liu Chuxin, seorang penulis berusia 34 tahun, menjadi pusat perhatian bukan hanya karena kemenangannya meraih Lijiang Literary Award untuk kategori fiksi, tetapi juga karena pidato dedikasinya yang penuh emosi. Penghargaan tersebut dipersembahkannya untuk Xiaopi, mantan kekasihnya yang telah berpulang.

Kisah cinta Liu dan Xiaopi bermula pada tahun 2017 saat keduanya menempuh pendidikan di Universitas Wuhan. Liu, yang saat itu tengah berjuang meraih gelar doktor di bidang filsafat, memiliki mimpi besar untuk menjadi seorang penulis. Namun, selama dua dekade, ia terus-menerus menghadapi penolakan dari penerbit dan kompetisi menulis. Di tengah masa-masa sulit tersebut, Xiaopi hadir sebagai sosok yang tak pernah lelah memberikan dukungan dan semangat. Xiaopi memahami betul ambisi Liu dan memberikan ruang baginya untuk berkarya.

Xiaopi sangat memahami kebiasaan Liu yang akan terdiam tiba-tiba saat mereka berjalan bersama, pertanda bahwa Liu ingin segera kembali ke rumah untuk melanjutkan aktivitas menulisnya. Walaupun terkadang merasa kecewa, Xiaopi selalu memprioritaskan impian Liu dan memberikan dukungan penuh. Liu berjanji kepada Xiaopi bahwa jika suatu saat ia berhasil menerbitkan buku dan meraih penghargaan, ia akan membelikan berbagai hadiah indah untuknya sebagai ungkapan terima kasih dan cintanya.

Salah satu momen yang membekas dalam ingatan Liu adalah ketika ia mendapati Xiaopi sedang mendengarkan lagu klasik Taiwan berjudul "Hills" yang dinyanyikan oleh Jonathan Lee. Lirik lagu tersebut, yang berkisah tentang kesepian dan penantian, memiliki makna mendalam yang baru disadari Liu setelah Xiaopi didiagnosis menderita kanker lambung dan meninggal dunia pada tahun 2021. Lirik tersebut berbunyi: "Aku mendaki bukit, hanya untuk menemukan tak ada siapa pun yang menunggu."

Setelah kepergian Xiaopi, Liu menemukan sebuah surat wasiat yang ditinggalkan oleh kekasihnya. Kata-kata Xiaopi dalam surat itu, "Semoga kamu menulis buku yang hebat dalam rasa sakit," menjadi sumber inspirasi dan kekuatan bagi Liu untuk menyelesaikan bukunya yang berjudul Ni Tan, yang berarti "lumpur". Judul tersebut dipilih sebagai simbol perjalanan hidup yang berat, penuh perjuangan, dan tantangan yang harus dihadapi. Di atas panggung Lijiang Literary Award, Liu hampir tidak dapat menahan air matanya saat menyampaikan pidato yang menyentuh hati.

"Hidup membawa kita begitu banyak kesedihan, tetapi saat kita menoleh ke belakang, semuanya terasa seperti sebuah legenda," ujar Liu dengan suara bergetar. Pidatonya kemudian menjadi viral di media sosial, ditonton oleh jutaan orang yang tersentuh oleh kisah cinta Liu dan Xiaopi. Banyak warganet yang mengaku terinspirasi oleh ketulusan dan kesetiaan yang terpancar dari hubungan mereka. Yu Hua, seorang penulis terkenal yang juga menjadi juri dalam penghargaan tersebut, mengungkapkan bahwa suasana ruangan saat itu menjadi hening dan penuh haru karena kisah Liu telah menyentuh hati semua orang.

"Keberuntungan akan datang bagi mereka yang terus bertahan pada apa yang mereka cintai," kata Yu Hua, memberikan semangat bagi para penulis muda lainnya.

Saat ini, Liu bekerja sebagai seorang peneliti di Akademi Ilmu Sosial Hubei. Meskipun Xiaopi telah tiada, Liu tetap menyimpan foto-foto kenangan mereka di ponselnya sebagai pengingat akan cinta pertama yang tak akan pernah ia lupakan. Kisah cinta Liu dan Xiaopi menjadi bukti bahwa cinta sejati dapat bertahan melampaui batas kehidupan dan terus memberikan inspirasi bagi banyak orang.