Kantor Diminta Prioritaskan Kesehatan Mental Karyawan Guna Bendung Fenomena 'Manusia Tikus' di Kalangan Gen Z

Respons Terhadap Tekanan: Fenomena 'Manusia Tikus' di Kalangan Gen Z Memicu Refleksi Dunia Kerja

Gelombang perubahan budaya kerja terus bergulir, kali ini dipicu oleh fenomena 'manusia tikus' yang marak di kalangan Generasi Z (Gen Z) di Tiongkok. Istilah ini merujuk pada gaya hidup yang ditandai dengan tidur larut malam, menghabiskan waktu di media sosial, dan memilih rebahan alih-alih produktif di pagi hari. Lebih dari sekadar tren, fenomena ini menjadi sinyal perlawanan terhadap tekanan hidup dan burnout yang dialami generasi muda.

Psikolog klinis dewasa, Adelia Octavia Siswoyo, M.Psi., menekankan bahwa fenomena 'manusia tikus' menjadi pengingat bagi perusahaan untuk lebih adaptif terhadap perubahan karakter tiap generasi. "Setiap generasi punya warnanya sendiri, tempat kerja harus bisa menyesuaikan seiring berjalannya waktu," ujarnya.

Kesehatan Mental Jadi Prioritas

Dalam konteks Gen Z, kesehatan mental menjadi isu krusial. Banyak dari mereka memilih untuk beristirahat sejenak daripada memaksakan diri bekerja saat kondisi psikologis tidak stabil. Hal ini menuntut perusahaan untuk lebih terbuka dan peduli terhadap kesehatan mental karyawan.

"Ketika mental health menjadi kebutuhan utama, mungkin kantor juga perlu menunjukkan bahwa mereka memerhatikan kesehatan mental dan kondisi psikologis karyawan," lanjut Adelia.

Menciptakan Lingkungan Kerja yang Mendukung

Adelia menyarankan agar perusahaan tidak hanya menyediakan fasilitas pendukung, tetapi juga membangun budaya kerja yang empatik, terbuka, dan menghargai keseimbangan antara hidup dan pekerjaan. Beberapa langkah yang dapat diambil antara lain:

  • Mengenali Kebutuhan Karyawan: Memahami isu-isu yang menjadi fokus utama karyawan dalam bekerja.
  • Menyediakan Layanan Konseling: Memfasilitasi akses ke profesional kesehatan mental.
  • Membangun Komunikasi Terbuka: Mendorong karyawan untuk berbagi masalah dan keluhan tanpa rasa takut.
  • Fleksibilitas Kerja: Menawarkan opsi kerja jarak jauh atau jam kerja fleksibel untuk mengurangi stres.
  • Promosi Keseimbangan Hidup dan Kerja: Mendorong karyawan untuk mengambil cuti dan memanfaatkan waktu luang untuk kegiatan yang menyenangkan.

Dengan memahami karakteristik generasi yang berbeda, perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih inklusif, sehat, dan produktif. Hal ini tidak hanya akan meningkatkan kesejahteraan karyawan, tetapi juga mencegah munculnya fenomena 'manusia tikus' yang merugikan.

Budaya kerja yang sehat, suportif, dan menghargai keseimbangan antara hidup dan pekerjaan menjadi kunci untuk mempertahankan talenta muda dan menciptakan lingkungan kerja yang berkelanjutan. Fenomena 'manusia tikus' seharusnya menjadi alarm bagi perusahaan untuk segera berbenah dan memprioritaskan kesehatan mental karyawan.