Konflik Regulasi Ancam Raja Ampat: Perpres Konservasi vs Izin Tambang Nikel

Raja Ampat, surga kepulauan di Papua Barat Daya, kini menghadapi ancaman serius akibat tumpang tindih regulasi yang membuka celah bagi aktivitas pertambangan nikel. Padahal, kawasan ini telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) Konservasi Keanekaragaman Hayati melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 81 Tahun 2023. Pertanyaannya, mengapa izin tambang masih saja diterbitkan di wilayah yang seharusnya dilindungi secara ketat?

Pakar hukum lingkungan dari Universitas Indonesia, Tommy Hendra Purwaka, menyoroti inkonsistensi ini. Menurutnya, Perpres No. 81 Tahun 2023 secara jelas dan rinci mengatur tata ruang Raja Ampat, dan sama sekali tidak memberikan ruang bagi kegiatan pertambangan. "Diatur dengan sangat rigid, semuanya ada di Perpres itu. Kalau sudah disusun aturan-aturan itu kenapa tidak dipatuhi?" ujarnya.

Lampiran peta dalam Perpres tersebut juga memperkuat argumentasi ini. Tidak ada satu pun area yang dialokasikan untuk pertambangan, melainkan batas dan cakupan KSN Konservasi Keanekaragaman Hayati Raja Ampat yang tegas. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar tentang komitmen pemerintah dalam menjaga kelestarian alam Raja Ampat.

Selain itu, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-XXI/2023 secara eksplisit melarang aktivitas pertambangan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil jika dampaknya menimbulkan kerusakan yang tidak dapat dipulihkan (ireversibel) dan bertentangan dengan prinsip perlindungan lingkungan serta keadilan antar generasi. Putusan MK ini mengacu pada Undang-Undang (UU) No. 27 Tahun 2007 jo. UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K), yang mendefinisikan pulau kecil sebagai pulau dengan luas kurang dari atau sama dengan 2.000 km². Ironisnya, Pulau Gag, salah satu lokasi pertambangan nikel yang kini menjadi sorotan, jelas termasuk dalam kategori pulau kecil. Aktivitas pertambangan di pulau ini bahkan dilakukan oleh PT Gag Nikel, anak usaha dari BUMN PT Antam.

Kerumitan permasalahan ini diperparah dengan keberadaan UU Minerba (No. 3 Tahun 2020) dan UU Cipta Kerja, yang seringkali dijadikan landasan untuk melegitimasi investasi pertambangan di wilayah-wilayah yang rentan secara ekologis. Tommy mempertanyakan bagaimana mungkin pemerintah pusat mengeluarkan izin tambang sementara di sisi lain menerbitkan Perpres yang melindungi Raja Ampat sebagai KSN Konservasi Keanekaragaman Hayati. "Aturan ini dibuat untuk dilanggar atau bagaimana?" tanyanya retoris.

Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) atau UU No. 32 Tahun 2009, yang seharusnya menjadi benteng terakhir perlindungan lingkungan, mensyaratkan adanya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebagai alat kontrol. Namun, efektivitas AMDAL kini dipertanyakan setelah perannya direduksi melalui sistem perizinan berbasis Online Single Submission (OSS) yang diatur dalam UU Cipta Kerja 2023.

Tommy juga menyoroti potensi dampak limbah pertambangan di pulau kecil yang dapat mencemari lingkungan sekitar. "Pertambangan di pulau kecil itu limbahnya berpotensi ke mana-mana. Kemudian, terkait pengangkutan, pelabuhannya bagaimana? Semua itu harus diatur," jelasnya.

Ia menekankan bahwa meskipun tidak disebutkan secara eksplisit dalam Perpres, undang-undang lain seperti UU Perikanan, UU Konservasi Keanekaragaman Hayati, dan UU Lingkungan Hidup tetap harus ditegakkan dengan ketat.

Tommy juga mengingatkan pentingnya prinsip etika lingkungan, yang menyatakan bahwa keputusan pembangunan tidak boleh hanya didasarkan pada aspek ekonomi dan legalitas semata, tetapi juga harus mempertimbangkan dampaknya terhadap ekosistem, keberlanjutan, dan keadilan antar generasi.

Masyarakat lokal Raja Ampat telah lama menggantungkan hidupnya pada perikanan dan ekowisata. Kehadiran tambang nikel bukan hanya mengancam lingkungan yang menjadi sumber penghidupan mereka, tetapi juga merenggut warisan berharga bagi generasi mendatang.

"Jadi kalau Raja Ampat menjadi kawasan konservasi, ya tentu saja tertutup untuk kegiatan eksploitasi, yang boleh adalah pelayaran, pelabuhan, jalan-jalan arteri di pulau-pulau itu, tetapi tambang tidak ada," tegas Tommy, menggarisbawahi pentingnya konsistensi dalam penegakan hukum dan perlindungan lingkungan di Raja Ampat.