Rencana Rekrutmen Massal Tamtama TNI Picu Kritik: Koalisi Sipil Pertanyakan Prioritas Pertahanan Negara
Rencana Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) untuk melakukan rekrutmen besar-besaran terhadap calon tamtama, dengan target mencapai 24.000 personel, telah memicu gelombang kritik dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan. Rekrutmen ini diproyeksikan untuk mendukung pembentukan struktur organisasi baru, yaitu Batalyon Teritorial Pembangunan, yang menimbulkan pertanyaan mengenai fokus dan efektivitas peran TNI di masa depan.
Koalisi Masyarakat Sipil, yang terdiri dari berbagai organisasi seperti Imparsial, YLBHI, KontraS, Amnesty International Indonesia, ELSAM, Human Right Working Group (HRWG), WALHI, SETARA Institute, Centra Initiative, LBH Jakarta, LBH Pers, LBH Masyarakat, LBH Surabaya Pos Malang, Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP), Public Virtue, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), BEM SI, De Jure, menyampaikan keprihatinannya terkait arah kebijakan yang dinilai menyimpang dari tugas pokok TNI sebagai penjaga kedaulatan negara.
Kritik Terhadap Pelibatan TNI di Luar Ranah Pertahanan
Koalisi Sipil menekankan bahwa alih-alih fokus pada peningkatan kemampuan tempur dan penguasaan teknologi peperangan modern, rekrutmen ini justru mengarah pada penempatan prajurit di bidang-bidang yang seharusnya menjadi ranah sipil, seperti:
- Ketahanan pangan
- Pelayanan kesehatan
- Sektor pertanian
- Perkebunan
- Peternakan
Menurut mereka, hal ini tidak hanya mengaburkan batas yang jelas antara urusan militer dan sipil, tetapi juga berpotensi melemahkan profesionalisme TNI dan mengurangi kesiapsiagaan dalam menghadapi ancaman nyata terhadap kedaulatan negara.
Potensi Pelanggaran Konstitusi dan UU TNI
Koalisi Masyarakat Sipil berpendapat bahwa rencana rekrutmen ini berpotensi melanggar konstitusi UUD 1945 dan UU TNI, yang secara tegas mengatur tugas utama TNI sebagai alat pertahanan negara. Mereka juga menyoroti bahwa kebijakan ini bertentangan dengan semangat Reformasi TNI yang bertujuan untuk menciptakan angkatan bersenjata yang profesional dan tidak terlibat dalam urusan sipil.
Desakan untuk Pengawasan dan Evaluasi
Menyikapi situasi ini, Koalisi Masyarakat Sipil mendesak pemerintah, khususnya Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), untuk melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap rekrutmen dan pelibatan TNI di luar tugas pokok dan fungsinya. Mereka menekankan perlunya menjaga jati diri TNI sebagai alat pertahanan negara sesuai amanat konstitusi dan UU TNI.
Koalisi Sipil berpendapat, perubahan lingkungan strategis dan ancaman perang modern yang semakin kompleks seharusnya mendorong TNI untuk memfokuskan diri pada peningkatan keahlian di bidang peperangan. Dengan demikian, menempatkan TNI untuk mengurusi hal-hal di luar pertahanan justru akan melemahkan TNI dan membuat TNI tidak fokus untuk menghadapi ancaman perang yang secara tidak langsung akan mengancam kedaulatan negara.