Indonesia Gencar Kembangkan Ekonomi Hijau Berbasis Kekayaan Alam dan Bonus Demografi
Indonesia memiliki peluang emas untuk memacu pertumbuhan ekonomi hijau (green economy), memanfaatkan kekayaan alam yang melimpah dan didukung oleh bonus demografi yang signifikan. Hal ini diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), saat berbicara dalam sebuah pelatihan kepemimpinan.
Menko PMK menekankan bahwa potensi ekonomi hijau Indonesia mencakup berbagai sektor. Kekayaan laut dan daratan yang sangat besar, ditambah dengan potensi energi terbarukan seperti tenaga angin, matahari, panas bumi, dan gelombang laut, memberikan landasan yang kuat. Selain itu, sumber daya bio seperti kelapa sawit juga memiliki peran penting dalam pengembangan ekonomi hijau.
"Kuncinya adalah bagaimana kita dapat 'making the best of' atau memanfaatkan semaksimal mungkin potensi yang kita miliki," ujarnya.
Ekonomi hijau didefinisikan sebagai model ekonomi yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan sekaligus mengurangi risiko kerusakan lingkungan. Model ini berfokus pada pengurangan emisi karbon, efisiensi penggunaan sumber daya, dan inklusi sosial.
Lebih lanjut, Menko PMK menjelaskan bahwa transisi menuju ekonomi hijau memerlukan kesadaran kolektif dari seluruh lapisan masyarakat. Penguatan gerakan sosial menjadi salah satu cara efektif untuk mendorong perubahan ini. Gerakan lingkungan dapat diinisiasi melalui berbagai cara, termasuk tradisi di sekolah, peran tokoh agama, budaya lokal, dan bahkan melalui hobi anak muda seperti olahraga dan musik.
Selain kekayaan alam, Menko PMK juga menyoroti pentingnya memanfaatkan bonus demografi yang dimiliki Indonesia. Namun, pemanfaatan ini harus diiringi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) agar siap menghadapi era disrupsi yang disebabkan oleh perkembangan teknologi yang pesat. Banyak jenis pekerjaan dan keterampilan yang akan tergantikan oleh kebutuhan akan kemampuan dan pengetahuan baru di masa depan.
"Keterampilan paling mendasar untuk menghadapi disrupsi adalah menjadi agile learner, yaitu pembelajar yang adaptif dan terus berkembang," jelasnya.
Menko PMK juga memberikan pesan kepada para peserta pelatihan untuk tidak hanya fokus pada peningkatan kapasitas individu, tetapi juga berkontribusi pada perbaikan sistem birokrasi secara menyeluruh.
"Birokrat di masa depan tidak hanya dituntut untuk meningkatkan kapasitas, tetapi juga membenahi sistem birokrasi. Jangan sampai birokrat hebat hanya berlari dalam kandang hamster, lari cepat, berkeringat, tetapi terjebak dalam lingkaran yang sama," pungkasnya.