Seruan Global Menguat: Pembatasan Eksplorasi Tambang Dasar Laut Mendesak Dilakukan
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Samudera di Prancis menjadi ajang bagi para pemimpin dunia untuk menyuarakan kekhawatiran mendalam terkait potensi kerusakan lingkungan akibat penambangan dasar laut. Isu ini semakin mencuat seiring dengan kebijakan beberapa negara, yang dianggap memicu gelombang eksploitasi sumber daya laut secara serampangan.
Presiden Prancis, Emmanuel Macron, dalam pidato pembukaannya, menyampaikan kritik keras terhadap praktik bisnis yang berpotensi merusak dasar laut. Ia menekankan bahwa tindakan tersebut dapat menghancurkan keanekaragaman hayati dan melepaskan karbon dioksida yang tersimpan di dasar laut, tanpa pemahaman yang memadai mengenai dampaknya.
Macron menyerukan implementasi moratorium penambangan dasar laut sebagai "kebutuhan internasional". Seruan ini mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk organisasi non-pemerintah seperti Deep Sea Conservation Coalition, yang mencatat peningkatan jumlah negara yang menentang penambangan dasar laut menjadi 36 negara.
Presiden Brasil, Luiz Inacio Lula da Silva, juga menyampaikan keprihatinannya terhadap "perlombaan predator" dalam perburuan mineral laut dalam. Ia mendesak Otoritas Dasar Laut Internasional (ISA) untuk mengambil "tindakan tegas" guna mengakhiri praktik eksploitasi yang merugikan ini. Lula menyoroti ancaman unilateralisme yang membayangi lautan dan menekankan pentingnya mencegah terulangnya praktik perdagangan internasional yang merugikan.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, turut menyampaikan seruan kehati-hatian dalam menghadapi "perairan baru di pertambangan dasar laut". Ia menekankan bahwa laut dalam tidak boleh menjadi "tanah tak bertuan" dan mendesak negara-negara untuk mempertimbangkan dampak jangka panjang dari kegiatan penambangan.
Guterres juga menyoroti ancaman lain terhadap ekosistem laut, seperti penangkapan ikan ilegal, polusi plastik, dan meningkatnya suhu laut. Ia mengingatkan bahwa lautan merupakan sumber daya bersama yang penting, namun perlindungannya masih jauh dari memadai.
Perjanjian Laut Lepas yang diadopsi pada tahun 2023 memberikan harapan baru dalam upaya konservasi laut. Perjanjian ini memungkinkan negara-negara untuk membangun taman laut di perairan internasional, yang mencakup hampir dua pertiga luas lautan. Namun, hingga saat ini, baru sekitar 1% perairan internasional yang telah mendapat status dilindungi.
KTT di Nice berhasil mencapai kesepakatan untuk melindungi 60% lautan dunia di luar yurisdiksi nasional. Macron menyatakan optimisme bahwa kesepakatan ini akan mulai berlaku pada 1 Januari 2026.
Beberapa negara juga mengumumkan langkah-langkah konkret untuk meningkatkan konservasi laut. Inggris berencana memperpanjang larangan parsial penggunaan pukat di beberapa wilayah laut yang dilindungi, sementara Yunani, Brasil, dan Spanyol mengumumkan pembentukan taman laut baru.
Negara-negara kepulauan kecil, yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim dan kerusakan lingkungan laut, memimpin upaya untuk mendapatkan dana dan dukungan politik guna memerangi kenaikan permukaan laut, sampah laut, dan penjarahan stok ikan.
Presiden Surangel Whipps Jr dari Palau menyerukan negara-negara kaya untuk membuktikan komitmen mereka dalam melindungi laut dengan memberikan dukungan finansial yang memadai kepada negara-negara miskin.