Inovasi Tilang Humanis di Lombok Tengah: Mengkaji Program 'Tilang Syariah' dan Implikasinya
Inovasi Tilang Humanis di Lombok Tengah: Mengkaji Program 'Tilang Syariah' dan Implikasinya
Polres Lombok Tengah telah meluncurkan program unik dalam penegakan hukum lalu lintas, yang disebut 'Tilang Syariah'. Program ini mengusung pendekatan humanis dengan menawarkan alternatif bagi pelanggar lalu lintas berupa pembacaan ayat suci Al-Qur'an sebagai pengganti tilang. Kepala Satuan Lalu Lintas Polres Lombok Tengah, AKP Puteh Rinaldi, menjelaskan bahwa pelanggar yang mampu membaca Al-Qur'an dengan baik dan benar akan diberikan imbauan dan peringatan, bukan tilang. Tujuannya adalah untuk memperkuat nilai-nilai keagamaan dan meningkatkan minat membaca Al-Qur'an di masyarakat.
Program ini telah menimbulkan beragam tanggapan. AKP Puteh optimistis program ini akan memberikan dampak positif, bahkan menyebutnya sebagai amal ibadah bagi polisi dan masyarakat. Namun, Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Dede Indra Permana Soediro, menyoroti perlunya kajian lebih lanjut terkait keselarasan program ini dengan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) Polri, khususnya dalam bidang lalu lintas. Dede menekankan pentingnya penegakan aturan lalu lintas yang konsisten dan merata bagi seluruh warga negara Indonesia, terlepas dari latar belakang agama dan budaya mereka. Ia mempertanyakan efektivitas program ini dalam mencapai tujuan utama penegakan hukum lalu lintas, yang seharusnya berfokus pada keselamatan dan kepatuhan terhadap peraturan yang telah ditetapkan.
Lebih lanjut, Dede menyarankan agar fokus utama tetap pada edukasi dan sosialisasi peraturan lalu lintas yang komprehensif, dan penggunaan rambu-rambu lalu lintas yang jelas dan mudah dipahami. Ia berpendapat bahwa menghafal ayat Al-Qur’an bukanlah pengganti pembelajaran dan pemahaman akan aturan berlalu lintas yang benar dan aman. Pembelajaran tentang keselamatan berkendara dan kepatuhan terhadap peraturan, menurut Dede, akan jauh lebih efektif dalam mengurangi angka pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas. Program ini, meskipun terpuji niatnya, perlu dikaji lebih dalam untuk memastikan kesesuaiannya dengan prinsip-prinsip keadilan dan keberlakuan hukum yang berlaku di Indonesia.
Pertanyaan kritis muncul mengenai implementasi program ini di lapangan. Apakah semua pelanggar akan diberikan perlakuan yang sama? Bagaimana mekanisme verifikasi kemampuan membaca Al-Qur'an? Apakah ada standar penilaian yang objektif? Kekhawatiran akan munculnya diskriminasi dan ketidakadilan perlu diantisipasi. Keberhasilan program ini bergantung pada transparansi, konsistensi, dan efektivitas penerapannya, yang harus diimbangi dengan upaya edukasi dan penegakan hukum yang konsisten dan merata bagi seluruh masyarakat.
Secara keseluruhan, 'Tilang Syariah' di Lombok Tengah memunculkan dilema antara upaya membangun nilai-nilai keagamaan dan penegakan hukum yang adil dan merata. Perlunya kajian mendalam dan evaluasi yang objektif sangat penting untuk memastikan program ini berjalan efektif dan sesuai dengan konstitusi serta peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Implementasi yang bijak dan terukur menjadi kunci keberhasilan program ini tanpa mengesampingkan prinsip keadilan dan kesetaraan bagi seluruh warga negara.