Aktivis Greta Thunberg Dideportasi Israel Usai Upaya Pengiriman Bantuan ke Gaza, Tuding Israel Lakukan Pelanggaran Hak

Aktivis iklim asal Swedia, Greta Thunberg, baru-baru ini dideportasi oleh otoritas Israel setelah ditahan bersama sejumlah aktivis lainnya di perairan internasional. Penahanan ini terjadi saat mereka berupaya mengirimkan bantuan kemanusiaan berupa tepung terigu ke Gaza.

Thunberg bersama rekan-rekannya menuding telah diculik oleh pihak Israel setelah kapal Madleen yang mereka gunakan disita oleh militer Israel. Insiden ini terjadi ketika mereka sedang dalam perjalanan untuk memberikan bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza, wilayah yang saat ini menghadapi krisis kemanusiaan yang parah dan ancaman kelaparan akibat konflik yang sedang berlangsung.

"Saya sangat jelas dalam kesaksian saya bahwa kami diculik di perairan internasional dan dibawa secara paksa ke Israel," ujar Thunberg kepada wartawan setibanya di Bandara Charles de Gaulle, Paris. Ia menuturkan bahwa insiden ini merupakan pelanggaran hak yang disengaja, menambah daftar panjang pelanggaran lain yang dilakukan oleh Israel. Meskipun demikian, Thunberg menekankan bahwa pengalamannya tidak sebanding dengan penderitaan yang dialami oleh rakyat Palestina.

Thunberg mengungkapkan bahwa timnya telah melakukan penilaian risiko sebelum memulai perjalanan ini dan menyadari sepenuhnya potensi bahaya yang mungkin terjadi. Tujuan utama mereka adalah untuk mencapai Gaza dan mendistribusikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan. Ia juga menegaskan komitmen para aktivis untuk terus berupaya menyalurkan bantuan ke Gaza, meskipun menghadapi berbagai rintangan.

Pihak Kementerian Luar Negeri Israel mengklaim bahwa deportasi Greta Thunberg ke Prancis dilakukan setelah kapal Madleen yang ia tumpangi menuju Gaza disita oleh militer Israel. Mereka menuding kampanye ini sebagai aksi sensasional di media sosial dan menyebut kapal tersebut sebagai "kapal yacht selfie" yang membawa "selebriti."

Koalisi Freedom Flotilla, kelompok yang mengorganisasi perjalanan tersebut, menyatakan bahwa kapal Madleen disita sekitar 200 kilometer dari pantai Gaza. Mereka menegaskan bahwa Israel tidak memiliki otoritas hukum untuk menahan para aktivis di kapal dan tidak dapat didiskriminalisasi karena menyalurkan bantuan atau menentang blokade ilegal.

Sementara itu, sebuah komisi independen PBB yang menyelidiki wilayah pendudukan Palestina menyatakan bahwa serangan Israel terhadap sekolah, serta situs-situs keagamaan dan budaya di Gaza, tergolong sebagai kejahatan perang. Laporan tersebut menuduh Israel melakukan serangan langsung terhadap warga sipil dan melakukan pembunuhan dengan sengaja. Ketua komisi PBB, Navi Pillay, mengatakan bahwa tindakan tersebut menunjukkan adanya kampanye sistematis oleh Israel untuk menghancurkan kehidupan rakyat Palestina di wilayah yang terkepung itu.

Israel sendiri menghadapi kecaman internasional yang semakin meningkat atas serangannya di Jalur Gaza. Komisaris HAM PBB Volker Türk sebelumnya telah menyerukan investigasi setelah adanya laporan bahwa militer Israel menembaki warga Palestina yang mengantre bantuan.

Israel mengklaim bahwa pihaknya sedang berusaha menghancurkan kelompok militan Hamas di Gaza, yang pada 7 Oktober 2023 melancarkan serangan ke Israel dan menewaskan sekitar 1.200 orang, serta menyandera sekitar 250 orang.

Berikut adalah point penting dari berita tersebut:

  • Greta Thunberg dideportasi oleh Israel setelah ditahan saat berupaya mengirimkan bantuan ke Gaza.
  • Thunberg menuding Israel melakukan penculikan dan pelanggaran hak.
  • Israel mengklaim tindakan Thunberg sebagai aksi sensasional.
  • Komisi PBB menuding Israel melakukan kejahatan perang di Gaza.
  • Israel menghadapi kecaman internasional atas serangannya di Gaza.