Ahok Penuhi Panggilan Bareskrim Terkait Kasus Lahan Rusun Cengkareng

Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), kembali memberikan keterangan di Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri pada hari Rabu, 11 Juni 2025. Kedatangan Ahok ini terkait dengan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan untuk rumah susun (rusun) di Cengkareng, Jakarta Barat, yang telah menjadi perhatian publik sejak beberapa tahun lalu.

Ahok meninggalkan Gedung Awaloedin Djamin Bareskrim sekitar pukul 13.50 WIB setelah menjalani pemeriksaan. Upaya awak media untuk mendapatkan komentar langsung dari Ahok sempat terkendala karena ia langsung menuju mobilnya.

Saat dikonfirmasi mengenai kedatangannya, Ahok menjelaskan bahwa kehadirannya adalah untuk memberikan keterangan tambahan (BAP) terkait pemeriksaan yang telah dilakukan pada Maret tahun sebelumnya. Fokus pemeriksaan tetap pada dugaan penyimpangan dalam proses pengadaan lahan rusun Cengkareng.

"Tambahan BAP pemeriksaan Maret tahun lalu soal lahan (rumah susun) Cengkareng," ujarnya singkat kepada wartawan.

Meski tidak memberikan rincian spesifik mengenai materi pertanyaan yang diajukan penyidik, Ahok menegaskan bahwa kehadirannya di Bareskrim merupakan wujud kooperatifnya sebagai warga negara dan bentuk dukungan terhadap upaya kepolisian dalam menuntaskan kasus ini. Ia berharap keterangan yang diberikannya dapat membantu penyidik dalam mengungkap fakta yang sebenarnya dan tidak dikalahkan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam dugaan tindak pidana korupsi tersebut.

"Intinya membantu penyidik agar tidak kalah dengan tersangka," imbuhnya.

Kasus pengadaan lahan rusun Cengkareng ini mencuat ke permukaan pada tahun 2016, ketika Ahok masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Saat itu, Ahok mencurigai adanya kejanggalan dalam proses pembelian lahan tersebut. Kecurigaan ini kemudian mendorongnya untuk melaporkan kasus tersebut ke Bareskrim Polri agar dilakukan penyelidikan lebih lanjut.

Salah satu temuan awal yang dilaporkan Ahok adalah bahwa lahan yang dibeli oleh Pemprov DKI Jakarta ternyata merupakan milik Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan (DKPKP). Ia menduga telah terjadi pemalsuan dokumen dalam proses pembelian lahan dari seorang warga bernama Toeti Noeziar Soekarno. Dalam dokumen yang dipalsukan tersebut, status tanah diubah, menyatakan bahwa tanah tersebut bukan milik Pemprov DKI Jakarta, melainkan tanah sewa.

Dalam perkembangan kasus ini, pihak kepolisian telah menetapkan dua orang sebagai tersangka, yaitu S (Sukmana) dan RHI (Rudi Hartono Iskandar). Keduanya diduga terlibat dalam praktik korupsi terkait pengadaan lahan seluas 4,69 hektar dan 1.137 meter. Penetapan tersangka ini dilakukan berdasarkan laporan polisi nomor LP 656/VI/2016 Bareskrim tanggal 27 Juni 2016, dengan waktu kejadian pada tahun 2015.

Kasus ini terus bergulir dan menjadi sorotan publik, mengingat kerugian negara yang mungkin timbul akibat dugaan korupsi ini. Keterangan Ahok sebagai mantan Gubernur DKI Jakarta yang pertama kali melaporkan kasus ini tentu sangat penting bagi penyidikan. Diharapkan, dengan adanya keterangan tambahan dari Ahok, kasus ini dapat segera diselesaikan dan para pelaku yang terlibat dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.

  • Kasus ini masih terus dalam pengembangan oleh pihak kepolisian.
  • Pihak kepolisian berjanji akan terus mengusut tuntas kasus ini hingga ke akar-akarnya.
  • Masyarakat diharapkan dapat terus mengawal kasus ini agar berjalan transparan dan akuntabel.