Pemerintah Tingkatkan Subsidi Rumah Susun untuk Wujudkan Hunian Layak di Perkotaan

Pemerintah berencana meningkatkan subsidi untuk rumah susun (rusun) sebagai upaya strategis mengatasi keterbatasan lahan dan mahalnya harga rumah tapak di perkotaan. Langkah ini diharapkan dapat mendorong masyarakat untuk beralih ke hunian vertikal yang lebih terjangkau.

Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Fahri Hamzah, menekankan bahwa ketersediaan lahan yang terbatas di kota-kota besar menjadi faktor utama tingginya harga rumah tapak. Oleh karena itu, pemerintah berupaya memaksimalkan pembangunan rumah vertikal bersubsidi sebagai solusi hunian yang lebih ekonomis bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

"Di kota-kota besar, harga tanah sangat mahal, sehingga rumah tapak juga pasti mahal. Pemerintah perlu memberikan subsidi yang lebih besar untuk rumah vertikal agar masyarakat beralih ke hunian vertikal yang lebih terjangkau. Selain karena penggunaan lahan yang lebih efisien, hunian vertikal juga akan mendapatkan subsidi dari pemerintah," ujar Fahri di sela-sela acara International Conference on Infrastructure (ICI) di Jakarta International Convention Center (JICC), Jakarta.

Menurut Fahri, transformasi hunian perkotaan menjadi vertikal dapat menjadi solusi komprehensif untuk berbagai permasalahan perkotaan, termasuk mengatasi kekurangan kepemilikan rumah (backlog), kompleksitas tata kota, kualitas tata kota yang buruk, dan keberadaan kawasan kumuh.

Fahri menjelaskan bahwa rumah vertikal akan menjadi lebih terjangkau karena pembangunannya disubsidi oleh pemerintah dan lahan disediakan oleh pemerintah. Dengan demikian, masyarakat akan lebih tertarik untuk pindah ke hunian vertikal daripada tinggal di kawasan kumuh, bantaran sungai, atau kolong jembatan.

"Bagaimana caranya mendorong masyarakat untuk memilih hunian vertikal? Caranya adalah dengan memberikan subsidi yang lebih besar untuk hunian vertikal sehingga harganya menjadi lebih terjangkau. Sementara itu, harga rumah tapak akan menjadi lebih mahal. Karena harga rumah tapak lebih mahal, masyarakat akan beralih ke hunian vertikal. Inilah masa depan hunian perkotaan, yang kita sebut sebagai better urban living," jelasnya.

Saat ini, pemerintah tengah menyusun regulasi insentif untuk rumah vertikal. Diharapkan, peraturan tersebut dapat segera diselesaikan dalam waktu dekat. "Regulasi dan petunjuk teknis sedang dalam tahap penyelesaian," kata Fahri.

Selain itu, Fahri juga membahas Program 3 Juta Rumah yang dicanangkan pemerintah. Program ini akan mencakup renovasi 2 juta unit rumah tidak layak huni dan pembangunan 1 juta unit rumah baru.

"Presiden telah menyetujui target 2 juta unit rumah untuk renovasi. Sisanya, 1 juta unit, akan digunakan untuk pembangunan rumah baru yang akan mendukung penataan kota. Oleh karena itu, pembangunan rumah baru akan diutamakan dalam bentuk vertikal," ungkapnya.

Lebih lanjut, Fahri menjelaskan bahwa ketersediaan lahan di perdesaan bukan menjadi masalah utama. Namun, masih banyak rumah yang tidak layak huni di daerah perdesaan. Menurut data, terdapat sekitar 20 juta rumah tidak layak huni di seluruh Indonesia.

Standar rumah layak huni mengacu pada standar Sustainable Development Goals (SDGs) dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ciri-ciri rumah tidak layak huni antara lain ukuran yang terlalu sempit, tidak memiliki sanitasi yang memadai, dan ventilasi yang buruk.

"Kami akan fokus pada renovasi rumah-rumah tidak layak huni, terutama di perdesaan. Targetnya adalah merenovasi minimal 2 juta unit per tahun. Program ini telah disetujui dan sedang berjalan. Saat ini, kami sedang menyiapkan aturan teknis agar proses renovasi dapat berjalan lebih masif," pungkasnya.