Mahfud MD: Proses Impeachment Gibran Terganjal Syarat Konstitusional yang Kompleks

Pakar hukum tata negara, Mahfud MD, menyoroti sulitnya proses pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka secara politis. Menurutnya, meskipun secara hukum terdapat alasan untuk pemakzulan, realisasinya terhambat oleh sejumlah persyaratan yang berat dan kompleks. Pernyataan ini disampaikan dalam siniar di kanal YouTube miliknya.

Mahfud menjelaskan bahwa meskipun hukum merupakan produk politik, perubahan konstelasi politik dapat mempermudah proses pemakzulan. Namun, saat ini, pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka didukung oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus yang mendominasi parlemen dengan 470 kursi. Sementara itu, PDI-P, partai oposisi utama, hanya memiliki 110 kursi.

Merujuk pada Pasal 7A UUD 1945, Mahfud menekankan bahwa pemakzulan presiden atau wakil presiden harus diawali dengan sidang pleno DPR yang dihadiri oleh minimal 2/3 anggota. Selanjutnya, 2/3 dari peserta sidang pleno tersebut harus menyetujui adanya indikasi pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela yang dilakukan oleh presiden dan/atau wakil presiden.

Mahfud mengilustrasikan bahwa "perbuatan tercela" dapat mencakup tindakan yang merendahkan martabat, perilaku, atau tutur kata. Ia mencontohkan kasus kepala pemerintahan di Thailand yang pernah dipecat karena dianggap melakukan perbuatan tercela setelah mengikuti lomba masak dan memenangkannya.

Tahapan Pemakzulan Berdasarkan UUD 1945:

  • Sidang Pleno DPR: Harus dihadiri minimal 2/3 anggota, dengan 2/3 peserta menyetujui adanya pelanggaran.
  • Mahkamah Konstitusi (MK): Memutuskan ada atau tidaknya pelanggaran yang dilakukan presiden/wakil presiden.
  • Sidang Pleno MPR: Harus diikuti 2/3 anggota MPR dan disetujui oleh 2/3 anggota yang hadir.

Setelah DPR menyetujui adanya indikasi pelanggaran, hasil sidang pleno akan diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memutuskan apakah pelanggaran tersebut benar-benar terjadi. Jika MK menyatakan adanya pelanggaran, hasil dari MK akan dibawa ke MPR untuk diproses lebih lanjut. Pemakzulan di MPR akan diputuskan melalui Keputusan MPR, dengan syarat sidang pleno diikuti oleh 2/3 anggota MPR dan disetujui oleh 2/3 dari anggota yang hadir.

Menanggapi upaya Forum Purnawirawan Prajurit TNI yang menyurati DPR dan MPR terkait isu pemakzulan Gibran, Mahfud menilai tindakan tersebut sah secara konstitusional dan lebih elegan daripada tindakan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Ia juga menegaskan bahwa purnawirawan TNI memiliki hak politik sebagai warga negara dan dapat bersikap mandiri dalam urusan politik.

Sebelumnya, isu pemakzulan Gibran kembali mencuat setelah Forum Purnawirawan Prajurit TNI menyurati DPR dan MPR pada Senin, 2 Juni 2025. Surat tersebut ditandatangani oleh beberapa purnawirawan TNI, termasuk Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, dan Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto. Dalam surat tersebut, mereka mengusulkan agar MPR dan DPR segera memproses pemakzulan Wakil Presiden berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.