SPMB 2025: Dugaan Kecurangan dan Tantangan Pemerataan Akses Pendidikan Terungkap

Sorotan Tajam pada SPMB 2025: Temuan Indikasi Kecurangan dan Tantangan Pemerataan Akses

Penerimaan Siswa Baru (SPMB) tahun 2025 tengah menjadi sorotan tajam setelah Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) mengungkap sejumlah indikasi kecurangan dan permasalahan sistemik. Temuan ini mengemuka dalam Forum Bersama Pengawasan SPMB 2025/2026 yang diselenggarakan di Jakarta, memicu diskusi mendalam mengenai integritas dan keadilan dalam sistem penerimaan siswa.

Indikasi Kecurangan dan Permasalahan Sistemik

Salah satu temuan yang mengkhawatirkan adalah dugaan praktik jual beli kursi, terutama melalui jalur afirmasi, mutasi, dan prestasi. Selain itu, terindikasi adanya pemalsuan dokumen domisili yang berpotensi merugikan calon siswa yang berhak. Temuan ini menggarisbawahi perlunya pengawasan dan verifikasi yang lebih ketat terhadap dokumen-dokumen pendaftaran.

Permasalahan lain yang disoroti adalah kurangnya koordinasi lintas sektor dalam proses verifikasi data. Ketidaksesuaian data antara sistem pendidikan, sosial, dan kependudukan dapat membuka celah bagi praktik kecurangan dan ketidakadilan. Selain itu, keterbatasan kanal pengaduan dan respons yang lambat terhadap laporan masyarakat juga menjadi kendala dalam menindaklanjuti potensi pelanggaran.

Rekomendasi Ombudsman RI: Pemerataan dan Koordinasi

Ombudsman Republik Indonesia (RI) turut memberikan rekomendasi penting untuk perbaikan SPMB. Salah satu poin utama adalah perlunya koordinasi yang lebih baik antara dinas pendidikan dan dinas sosial, terutama dalam implementasi jalur afirmasi. Ombudsman menekankan bahwa afirmasi bukan hanya untuk siswa dari keluarga kurang mampu, tetapi juga untuk siswa disabilitas yang berhak mendapatkan kesempatan yang sama.

Selain itu, Ombudsman menyoroti masalah pemerataan jumlah sekolah dan pemetaan wilayah zonasi. Ketidakseimbangan antara daya tampung sekolah dan jumlah calon siswa, serta kurangnya pemetaan terhadap keluarga tidak mampu dan anak-anak disabilitas, dapat menyebabkan ketidakadilan dalam sistem zonasi. Ombudsman menekankan pentingnya sinkronisasi antara regulasi pusat dan implementasi di lapangan untuk mengatasi tantangan ini.

Tantangan di Depan Mata

Secara keseluruhan, SPMB 2025 menghadapi tantangan besar dalam mewujudkan sistem penerimaan siswa yang adil, transparan, dan akuntabel. Temuan indikasi kecurangan dan permasalahan sistemik menjadi peringatan keras bagi semua pihak terkait untuk meningkatkan pengawasan, koordinasi, dan verifikasi data. Hanya dengan upaya bersama, kita dapat memastikan bahwa setiap anak Indonesia memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses pendidikan berkualitas.