Korupsi Dana Operasional Gubernur Papua: Negara Merugi Lebih dari Satu Triliun Rupiah

Dugaan Korupsi Dana Operasional Gubernur Papua Sebabkan Kerugian Negara Signifikan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan bahwa penyalahgunaan Dana Penunjang Operasional dan Program Peningkatan Pelayanan Kedinasan Kepala Daerah Provinsi Papua pada periode 2020 hingga 2022 telah mengakibatkan kerugian negara yang mencapai angka fantastis, yaitu Rp 1,2 triliun. Pengungkapan ini disampaikan oleh Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih, Jakarta, pada hari Rabu.

"Kerugian keuangan negara dalam perkara ini sangat besar, mencapai Rp 1,2 triliun," tegas Budi Prasetyo.

KPK menyayangkan tindakan korupsi ini, mengingat dana sebesar itu seharusnya dapat dialokasikan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua, terutama dalam sektor-sektor krusial seperti pendidikan dan kesehatan. Budi Prasetyo menekankan bahwa dana sebesar itu dapat dimanfaatkan untuk membangun berbagai fasilitas kesehatan dan pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga menengah atas, serta fasilitas kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas. KPK mendorong Pemerintah Provinsi Papua untuk meningkatkan komitmen dalam pencegahan tindak pidana korupsi.

Upaya KPK dalam Penanganan Kasus

Dalam penanganan kasus ini, KPK telah menetapkan dua orang sebagai tersangka. Mereka adalah Dius Enumbi, yang menjabat sebagai Bendahara Pengeluaran Pembantu Kepala Daerah Provinsi Papua, dan Lukas Enembe, Gubernur Papua yang telah meninggal dunia. KPK juga tengah berupaya untuk melakukan perampasan aset dari pihak Lukas Enembe sebagai bagian dari upaya pemulihan kerugian keuangan negara.

Selain itu, KPK juga telah memeriksa seorang saksi bernama WT, yang berprofesi sebagai penyedia jasa money changer di Jakarta. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menelusuri aliran dana yang berasal dari tindak pidana korupsi, yang kemudian akan digunakan untuk asset recovery atau pemulihan kerugian keuangan negara.

Dalam kasus ini, Lukas Enembe diduga telah melakukan penyalahgunaan dana operasional yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Modus yang terungkap adalah penggunaan dana tersebut untuk keperluan yang tidak sesuai, termasuk belanja makan dan minum dalam jumlah yang tidak wajar. Bahkan, penyidik telah menemukan ribuan kuitansi pembelian makan dan minum yang diduga fiktif.

Wakil Ketua KPK periode 2019-2024, Alexander Marwata, pernah mengungkapkan bahwa sebagian besar dana tersebut digunakan untuk makan dan minum, dengan perkiraan mencapai sepertiga dari total kerugian. Jika dihitung, jumlah tersebut setara dengan Rp 1 miliar per hari untuk belanja makan dan minum. Kasus ini menjadi sorotan karena menunjukkan betapa besar dampak korupsi terhadap pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, khususnya di wilayah Papua.

KPK melalui tugas koordinasi dan supervisi juga secara intens melakukan pendampingan sekaligus pengawasan kepada pemerintah daerah termasuk di Provinsi Papua.