Efisiensi Anggaran Pemerintah Aceh Mengancam Sektor Perhotelan: Strategi Survival Di Tengah Krisis
Efisiensi Anggaran Pemerintah Aceh Mengancam Sektor Perhotelan: Strategi Survival Di Tengah Krisis
Industri perhotelan di Aceh menghadapi tantangan serius akibat kebijakan efisiensi anggaran pemerintah. Hingga Maret 2025, belum ada satupun kegiatan pemerintah yang menggunakan jasa hotel-hotel lokal, mengakibatkan penurunan pendapatan yang signifikan dan memaksa para pelaku usaha untuk memutar otak demi keberlangsungan bisnis. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran akan dampak ekonomi yang lebih luas, khususnya bagi ribuan karyawan yang menggantungkan hidup pada sektor pariwisata.
Sekretaris Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Aceh, Stella, mengungkapkan keprihatinannya atas kondisi ini. Meskipun belum terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, ancaman tersebut nyata. "Situasi ini membuat kami berpikir keras mencari strategi bertahan," ujar Stella pada Selasa (11/3/2025). PHRI Aceh kini gencar melakukan promosi kepada sektor swasta, berharap dapat mengisi kekosongan kamar hotel yang sebelumnya diandalkan dari pesanan pemerintah. Selain itu, penghematan internal melalui efisiensi operasional menjadi langkah krusial yang diambil. Harapan terbesar PHRI Aceh adalah kebijakan efisiensi ini bersifat sementara, sehingga sektor perhotelan dapat kembali bergeliat dengan adanya pesanan dari instansi pemerintah.
Senada dengan pernyataan Stella, Iwan Wahyudi, CEO Calandra Hospitality Aceh, menyatakan bahwa seluruh hotel di bawah naungannya juga terdampak. "Hingga saat ini, kami belum menerima satupun pesanan dari pemerintah," jelasnya. Iwan mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan kembali dampak kebijakan efisiensi anggaran terhadap sektor perhotelan. Ia menyarankan agar dicari solusi teknis agar kegiatan pemerintah tetap dapat memanfaatkan jasa hotel, mengingat pentingnya sektor ini bagi perekonomian daerah.
Untuk bertahan di tengah krisis, Calandra Hospitality Aceh mengambil langkah-langkah penghematan, termasuk mendorong karyawan untuk mengambil cuti tahunan di luar tanggungan perusahaan. Langkah ini diambil sebagai upaya menekan pengeluaran operasional di tengah minimnya pemasukan. Iwan juga berharap adanya dukungan pemerintah untuk pengembangan sektor pariwisata Aceh, sehingga industri ini dapat menjadi pengungkit perekonomian dan meningkatkan pendapatan hotel dan restoran.
Kondisi ini semakin diperparah dengan belum pulihnya sektor pariwisata pasca pandemi Covid-19. Tantangan ganda ini mengharuskan para pelaku usaha perhotelan di Aceh untuk lebih kreatif dan inovatif dalam mencari solusi dan strategi yang efektif untuk bertahan hidup dan melewati masa sulit ini. Keberhasilan mereka dalam menghadapi tantangan ini akan menentukan masa depan sektor perhotelan dan dampaknya terhadap perekonomian Aceh secara keseluruhan. Dukungan pemerintah dan sinergi antara pelaku usaha menjadi kunci keberhasilan dalam melewati masa sulit ini. Pemerintah diharapkan dapat merumuskan kebijakan yang lebih berimbang, yang tidak hanya fokus pada efisiensi anggaran, tetapi juga memperhatikan dampaknya terhadap sektor ekonomi yang vital seperti pariwisata dan perhotelan.
Strategi bertahan hidup yang diterapkan oleh pelaku usaha perhotelan di Aceh antara lain:
- Promosi gencar ke sektor swasta.
- Efisiensi operasional internal.
- Penggunaan cuti tahunan karyawan di luar tanggungan perusahaan.
- Harapan dukungan pemerintah untuk pengembangan sektor pariwisata Aceh.