Sengketa Wilayah, Anggota DPR RI Desak Kembalikan Empat Pulau Sengketa ke Aceh

Polemik kepemilikan empat pulau di Kabupaten Aceh Singkil kembali mencuat setelah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menetapkan wilayah tersebut masuk ke dalam administrasi Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Keputusan ini menuai reaksi keras dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) asal Aceh, Nazaruddin Dek Gam.

Nazaruddin Dek Gam, yang juga merupakan Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), mendesak Mendagri Tito Karnavian untuk segera membatalkan keputusan tersebut dan mengembalikan keempat pulau itu ke Provinsi Aceh. Ia menilai, kebijakan Kemendagri berpotensi memicu konflik horizontal antara masyarakat Aceh dan Sumatera Utara.

"Saya meminta Mendagri untuk segera meninjau kembali dan mengembalikan pulau-pulau tersebut ke Provinsi Aceh," tegas Nazaruddin. Ia menambahkan, "Keputusan ini sangat berpotensi menciptakan ketegangan dan keributan antara Aceh dan Sumatera Utara. Sebaiknya Mendagri fokus pada penyelesaian masalah lain yang lebih mendesak daripada membuat kebijakan yang kontroversial."

Nazaruddin menegaskan bahwa klaim Aceh atas keempat pulau tersebut memiliki dasar hukum yang kuat, merujuk pada Surat Kesepakatan Bersama (SKB) tahun 1992 yang ditandatangani oleh Gubernur Aceh saat itu, Ibrahim Hasan, dan Gubernur Sumatera Utara, Raja Inal Siregar, serta disaksikan oleh Menteri Dalam Negeri. SKB tersebut secara jelas menyatakan bahwa keempat pulau tersebut merupakan bagian dari wilayah Aceh.

"Kami memiliki semua bukti yang menunjukkan bahwa pulau-pulau itu masuk wilayah Aceh. Klaim ini bukan tanpa dasar, ada landasan hukum yang jelas. Jadi, tidak ada alasan bagi pulau-pulau itu untuk dimasukkan ke Sumatera Utara," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Sekretariat Daerah Aceh, Syakir, menjelaskan bahwa polemik ini bermula dari kekeliruan administrasi terkait konfirmasi koordinat pada tahun 2009. Pemerintah Aceh, menurutnya, telah berupaya mengklarifikasi kekeliruan tersebut kepada Kemendagri melalui surat-surat resmi yang dilayangkan sejak tahun 2018 hingga 2022.

Syakir menambahkan bahwa SKB 1992 merupakan acuan utama dalam penentuan batas wilayah. Ia menekankan bahwa kesepakatan yang telah disetujui oleh para pihak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

"Kesepakatan para pihak adalah undang-undang bagi para pihak. Selama kesepakatan itu belum diubah, maka kesepakatan itu mengikat," pungkas Syakir.

Berikut adalah detail informasi mengenai duduk perkara tersebut:

  • Penetapan Kemendagri: Empat pulau di Kabupaten Aceh Singkil dimasukkan ke wilayah Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
  • Reaksi DPR RI: Anggota DPR RI asal Aceh, Nazaruddin Dek Gam, meminta Mendagri untuk membatalkan keputusan tersebut.
  • Alasan Penolakan: Keputusan Kemendagri dinilai berpotensi menimbulkan konflik antara Aceh dan Sumatera Utara.
  • Dasar Klaim Aceh: Surat Kesepakatan Bersama (SKB) tahun 1992 antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara.
  • Penjelasan Pemerintah Aceh: Polemik bermula dari kekeliruan administrasi terkait konfirmasi koordinat pada tahun 2009.
  • Upaya Klarifikasi: Pemerintah Aceh telah berupaya mengklarifikasi kekeliruan tersebut kepada Kemendagri sejak tahun 2018.