Bahaya Mengintai: Kurang Tidur Tingkatkan Risiko Stroke, Kenali Gejalanya!

Stroke menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat Indonesia, penyebab utama disabilitas dan kematian. Gaya hidup modern yang serba cepat seringkali mengorbankan waktu tidur, padahal kurang tidur telah terbukti menjadi faktor risiko signifikan untuk penyakit stroke.

Dr. Santi, seorang ahli kesehatan dari Corporate HR Kompas Gramedia, menjelaskan bahwa kurang tidur secara konsisten dapat meningkatkan peluang terkena stroke, baik stroke iskemik yang disebabkan oleh penyumbatan pembuluh darah, maupun stroke hemoragik akibat pecahnya pembuluh darah di otak. Ia menekankan bahwa gangguan tidur secara umum dapat meningkatkan risiko stroke hingga lima kali lipat. Pernyataan ini diperkuat oleh kisah aktor dan presenter Harry Pantja yang mengalami stroke akibat kurang tidur.

Kurang Tidur dan Stroke: Hubungan yang Perlu Diwaspadai

Bagaimana kurang tidur bisa memicu stroke? Berikut penjelasannya:

  • Hipertensi: Kurang tidur kronis dapat menyebabkan tekanan darah tinggi atau hipertensi. Hipertensi adalah faktor risiko utama stroke.
  • Peningkatan Hormon Kortisol: Kurang tidur meningkatkan kadar hormon stres kortisol. Kortisol yang tinggi menyebabkan peradangan pada pembuluh darah, yang seiring waktu dapat merusaknya. Kerusakan pada pembuluh darah otak dapat menyebabkan stroke.
  • Aritmia: Kurang tidur dapat menyebabkan gangguan irama jantung atau aritmia. Aritmia meningkatkan risiko pembentukan gumpalan darah yang dapat menyumbat pembuluh darah di otak dan menyebabkan stroke.
  • Resistensi Insulin: Kurang tidur erat kaitannya dengan gangguan sensitivitas insulin, yang dapat berkembang menjadi diabetes. Diabetes juga merupakan faktor risiko stroke.

Kenali Tanda-tanda Tubuh Kekurangan Istirahat

Mengenali tanda-tanda kurang tidur sangat penting agar kita dapat segera mengambil tindakan untuk memperbaikinya. Berikut beberapa tanda yang perlu diwaspadai:

  • Merasa lelah dan lemah sepanjang waktu
  • Emosi tidak stabil dan mudah tersinggung
  • Sering menguap
  • Sulit berkonsentrasi dan mengingat sesuatu
  • Sulit bangun di pagi hari
  • Ketergantungan pada alarm dan menunda waktu bangun (snooze)
  • Kesulitan untuk tetap terjaga saat beraktivitas (rapat, mengemudi, dll.)
  • Sering merasa lelah di siang hari dan perlu tidur siang
  • Membutuhkan tidur lebih lama di akhir pekan
  • Penurunan minat terhadap kehidupan seksual
  • Perubahan suasana hati, seperti depresi, kecemasan, stres, atau bahkan pikiran untuk bunuh diri

Jika Anda mengalami tanda-tanda ini, cobalah untuk tidur 15-30 menit lebih awal atau bangun lebih lambat. Evaluasi kembali kondisi Anda setelahnya. Jika tanda-tanda kurang tidur masih ada, terus majukan waktu tidur atau mundurkan waktu bangun secara bertahap sampai Anda merasa segar dan bugar.

Durasi Tidur Ideal: Setiap Usia Memiliki Kebutuhan Berbeda

Kebutuhan tidur setiap orang bervariasi, tergantung pada usia, genetika, kesehatan, dan tingkat aktivitas. Berikut adalah pedoman umum durasi tidur yang direkomendasikan berdasarkan usia:

  • Bayi (0-3 bulan): 14-17 jam
  • Bayi (4-11 bulan): 12-15 jam
  • Anak-anak (1-2 tahun): 11-14 jam
  • Anak-anak (3-5 tahun): 10-13 jam
  • Anak-anak (6-13 tahun): 9-11 jam
  • Remaja (14-17 tahun): 8-10 jam
  • Dewasa (18-64 tahun): 7-9 jam
  • Lansia (65+ tahun): 7-8 jam

Orang dengan aktivitas tinggi cenderung membutuhkan tidur lebih banyak untuk pemulihan. Prioritaskan tidur yang cukup dan atur jadwal harian Anda agar waktu istirahat tidak terabaikan.