Wacana Penyelamatan Sritex melalui BPI Danantara: Usulan Komisi IX DPR RI

Wacana Penyelamatan Sritex melalui BPI Danantara: Usulan Komisi IX DPR RI

Anggota Komisi IX DPR RI tengah mengusulkan intervensi pemerintah untuk menyelamatkan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) Group dari jurang kebangkrutan. Usulan tersebut mengemuka dalam rapat Komisi IX di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/3/2025), dengan fokus pemanfaatan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) sebagai instrumen penyelamatan. Edy Wuryanto, anggota Komisi IX dari Fraksi PDI-P, menyatakan dukungannya terhadap pencarian investor baru oleh pemerintah, namun ia juga mengajukan alternatif intervensi negara melalui investasi awal melalui BPI Danantara.

"Jika Sritex terbukti berdampak signifikan pada perekonomian nasional—seperti yang terlihat dari undangan Pak Erick Thohir pada rapat bersama kurator dan serikat pekerja di Istana—maka investasi negara melalui Danantara menjadi opsi yang layak dipertimbangkan," ungkap Edy. Ia melanjutkan, "Setelah investasi negara, barulah investor swasta dapat dilibatkan." Hal senada disampaikan oleh Zainul Munasichin, anggota Komisi IX dari Fraksi PKB. Zainul bahkan mengusulkan pengambilalihan Sritex oleh pemerintah untuk menjadikan perusahaan tersebut sebagai industri sandang strategis nasional.

"Bukan hanya sekedar pengambilalihan, tetapi juga integrasi industri sandang ke dalam sektor strategis nasional sesuai amanat konstitusi," tegas Zainul. Ia menambahkan bahwa berbagai opsi dapat dipertimbangkan, mulai dari keterlibatan investor swasta, pembentukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) baru, atau memanfaatkan BPI Danantara. Keprihatinan mendalam atas dampak kepailitan Sritex, khususnya PHK terhadap 10.669 karyawan, menjadi landasan utama usulan ini. Kegagalan skema going concern yang diharapkan mencegah PHK besar-besaran menjadi sorotan. Zainul menyoroti ironi proses hukum yang menyebabkan perusahaan sebesar Sritex dililit kebangkrutan oleh kreditur dengan liabilitas relatif kecil, yaitu sekitar Rp 100 miliar.

"Meskipun keputusan pengadilan sudah inkrah, kita perlu mencari solusi terbaik," lanjut Zainul. Lebih lanjut, Komisi IX juga mendesak pembentukan posko khusus untuk memantau dan mempercepat penyelesaian hak-hak pekerja Sritex yang terdampak PHK. Posko ini diusulkan beranggotakan berbagai pihak terkait, termasuk BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, Kementerian Tenaga Kerja, dan kurator. "Dengan batasan waktu yang jelas, posko ini akan fokus pada penyelesaian Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), Jaminan Hari Tua (JHT), dan hak-hak pekerja lainnya sesuai peraturan perundang-undangan," pungkas Zainul.

Langkah-langkah yang diusulkan Komisi IX ini mencerminkan upaya komprehensif untuk mengatasi dampak kepailitan Sritex, tidak hanya dari aspek ekonomi makro tetapi juga aspek sosial ketenagakerjaan. Perdebatan mengenai peran negara dalam menyelamatkan perusahaan strategis dan tanggung jawab sosial perusahaan besar menjadi sorotan utama dalam wacana ini. Implementasi usulan ini masih memerlukan kajian dan diskusi lebih lanjut di pemerintahan. Namun, langkah-langkah yang diusulkan menunjukkan adanya komitmen dari DPR RI untuk mencari solusi yang melindungi kepentingan pekerja dan stabilitas ekonomi nasional.