Aktivitas Tambang Timah Diduga Ancam Mata Pencaharian Nelayan Bangka Barat
Penurunan Hasil Tangkapan Ikan Resahkan Nelayan
Para nelayan di sekitar perairan Bembang dan Teluk Nipah, Desa Aek Nyatoh, Kabupaten Bangka Barat, Kepulauan Bangka Belitung, menyampaikan keluhan terkait penurunan hasil tangkapan ikan mereka. Diduga, penurunan ini disebabkan oleh aktivitas Kapal Isap Produksi (KIP) timah yang menyebabkan sedimentasi lumpur dan berdampak pada kualitas air laut.
Keluhan tersebut disampaikan langsung kepada DPRD Bangka Belitung dengan harapan adanya tindakan nyata untuk melindungi wilayah tangkapan ikan, yang menjadi sumber pendapatan utama bagi sebagian besar warga desa.
Aspirasi Nelayan Ditanggapi DPRD
Ketua DPRD Bangka Belitung, Didit Srigusjaya, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerima aspirasi dari para nelayan terkait dugaan dampak negatif aktivitas KIP terhadap hasil tangkapan mereka. Sebagai tindak lanjut, DPRD segera mengirimkan tim dari dinas terkait untuk melakukan investigasi langsung ke lokasi.
Menurut Didit, wilayah yang dipersoalkan oleh nelayan berada dalam kawasan Izin Usaha Penambangan (IUP) timah. Tim investigasi akan bertugas untuk memverifikasi batas-batas IUP dan memastikan apakah aktivitas penambangan telah sesuai dengan izin yang diberikan.
"Setelah melakukan pengecekan di lapangan, kami akan duduk bersama dengan pihak-pihak terkait untuk mencari solusi terbaik," ujar Didit.
Dampak Penurunan Hasil Tangkapan
Penurunan hasil tangkapan ikan diperkirakan mencapai 30 persen, yang mencakup berbagai jenis hasil laut seperti ikan, udang, dan cumi. Kondisi ini memaksa para nelayan untuk melaut lebih lama demi mendapatkan hasil yang sama, sehingga meningkatkan biaya operasional dan mengurangi pendapatan bersih.
Didit Srigusjaya menyampaikan rasa simpatinya kepada para nelayan yang menggantungkan hidupnya pada hasil laut. Ia juga mengapresiasi produk olahan hasil laut yang diperkenalkan oleh para nelayan saat pertemuan di DPRD.
Desakan Nelayan untuk Tindakan Pemerintah
Perwakilan nelayan, Sony Suwandi, menekankan bahwa dampak aktivitas KIP tidak hanya mengganggu ekosistem laut, tetapi juga mengancam keberlangsungan hidup sekitar 80 persen warga desa yang bergantung pada laut. Lumpur yang dihasilkan oleh aktivitas KIP merusak habitat ikan dan mengganggu proses reproduksi biota laut lainnya.
"Kami meminta pemerintah untuk tidak tinggal diam dan segera mengambil tindakan tegas untuk mengatasi masalah ini," tegas Sony saat audiensi di DPRD.
Tanggapan Dinas Kelautan dan Perikanan
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bangka Belitung, Agus Suryadi, menjelaskan bahwa KIP yang beroperasi di wilayah tersebut telah memiliki izin PKPRL dari Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk area seluas 92 hektar. Namun, pihaknya juga menerima laporan dari masyarakat terkait indikasi aktivitas penambangan di luar zona yang diizinkan.
Untuk menindaklanjuti laporan tersebut, Dinas Kelautan dan Perikanan akan melakukan verifikasi melalui sistem pemantauan kapal (VMS) dan melakukan pengecekan langsung ke lokasi untuk memastikan kebenaran laporan yang diterima. Apabila terbukti ada pelanggaran, tindakan tegas akan diambil sesuai dengan peraturan yang berlaku.