Komplotan Batam Didakwa Lakukan Pencucian Uang Ratusan Miliar Rupiah Melalui Bank Jatim
Sidang perdana kasus dugaan pencucian uang (TPPU) senilai Rp 119 miliar melalui Bank Jatim telah digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Empat terdakwa yang berasal dari Batam, Kepulauan Riau, yaitu Sahril Sidik, Abdul Rahim, Oskar, dan Meilisa, didakwa melakukan serangkaian tindakan yang melanggar hukum.
Kasus ini bermula dari terungkapnya ratusan transaksi mencurigakan di Bank Jatim pada tanggal 22 Juni 2024. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Lujeng Andayani mengungkapkan, terdapat 483 transaksi anomali yang melibatkan perputaran dana hingga Rp 119 miliar. Dana tersebut mengalir ke berbagai rekening, termasuk Raja Niaga Komputer (Rp 35,4 miliar), Evo Jaya Intan (Rp 29,7 miliar), Pasifik Jaya Angkasa (Rp 22,4 miliar), dan beberapa rekening lainnya.
Modus operandi yang digunakan komplotan ini tergolong kompleks. Sahril Sidik berperan membuat rekening bank palsu dan menjualnya kepada pihak lain seharga Rp 500.000 per rekening. Beberapa rekening tersebut, termasuk rekening atas nama Ridduwan dan dirinya sendiri, dijual kepada Abdul Rahim alias Apong. Selanjutnya, Abdul Rahim menjual rekening-rekening tersebut kepada Oskar dengan harga yang jauh lebih tinggi, yaitu Rp 5.000.000 per rekening.
Oskar dan Meilisa kemudian menggunakan rekening-rekening tersebut untuk melakukan transaksi atas perintah seseorang bernama Deni, yang saat ini masih berstatus buron (DPO). Sebagai imbalan, mereka mendapatkan upah sebesar Rp 8.000.000 per bulan. Menurut JPU Lujeng, Oskar dan Meilisa menjalankan aksinya di sebuah perumahan di Batam. Mereka menyamarkan asal usul uang haram tersebut dengan cara membelanjakannya dalam bentuk aset kripto atas perintah Deni. Diduga, terdapat 22 nama yang digunakan sebagai pemilik aset kripto tersebut, yang disimpan dalam dompet digital yang dikuasai oleh pelaku.
Dalam persidangan yang digelar pada Rabu (11/6/2025), Majelis Hakim menyoroti keberadaan Deni, yang diduga sebagai otak dari seluruh rangkaian kejahatan ini. Sementara itu, Ahmad Sopian, seorang pengemudi ojek online (ojol) asal Surabaya, juga terlibat dalam kasus ini. Rekening atas nama Ahmad Sopian digunakan sebagai tempat penampungan sementara uang hasil kejahatan. Ahmad Sopian sebelumnya telah divonis hukuman penjara selama 2 tahun terkait kasus ini.