Menakar Efektivitas Job Fair di Tengah Gelombang PHK: Evaluasi dan Strategi Alternatif

Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang melanda sejak awal tahun 2025 diperkirakan masih akan terus berlanjut seiring dengan ketidakpastian ekonomi global. Penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi oleh lembaga-lembaga internasional, dipicu oleh kebijakan ekonomi di Amerika Serikat, semakin memperparah situasi ini.

Di tengah kondisi yang penuh tantangan ini, job fair seringkali dianggap sebagai solusi potensial untuk mengurangi angka pengangguran. Namun, efektivitas job fair dalam mencapai tujuan tersebut perlu dievaluasi secara mendalam. Evaluasi ini harus mencakup perspektif dari perusahaan sebagai penyedia lapangan kerja dan pencari kerja sebagai target utama.

Evaluasi yang komprehensif tidak hanya terbatas pada saat pelaksanaan job fair, tetapi juga memerlukan tindak lanjut berupa survei lanjutan. Survei ini, yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu setelah acara (misalnya, enam bulan atau satu tahun), bertujuan untuk mengevaluasi aspek yang lebih substantif. Salah satu indikator penting adalah jumlah peserta yang berhasil mendapatkan pekerjaan melalui job fair.

Perlu diingat bahwa proses rekrutmen tidak selalu dapat diselesaikan secara instan dalam satu acara job fair. Perusahaan biasanya melakukan tahapan seleksi lanjutan, seperti wawancara mendalam, tes psikologi, tes kemampuan, dan pemeriksaan latar belakang. Meskipun beberapa perusahaan menawarkan wawancara langsung di lokasi, ini seringkali hanya merupakan tahap awal.

Keputusan perekrutan langsung di lokasi job fair dapat berisiko jika tidak didahului oleh proses seleksi yang ketat. Oleh karena itu, banyak perusahaan menggunakan job fair sebagai cara untuk mengidentifikasi kandidat potensial yang akan diproses lebih lanjut.

Pertanyaan penting lainnya adalah: bagaimana tindak lanjut dari aplikasi yang diterima selama job fair? Sayangnya, banyak perusahaan tidak memberikan pemberitahuan kepada pelamar yang tidak lolos. Tim rekrutmen seringkali kewalahan menangani banyaknya aplikasi, sehingga pelamar tidak mendapatkan kepastian atau umpan balik yang berharga.

Evaluasi juga harus mempertimbangkan kesesuaian antara ekspektasi perusahaan dan kualitas kandidat yang direkrut melalui job fair. Kesenjangan antara kompetensi pencari kerja dan kualifikasi yang dibutuhkan seringkali menjadi masalah. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pendidikan dan pelatihan perlu ditingkatkan agar lebih relevan dengan kebutuhan industri.

Evaluasi job fair harus mencakup analisis kesesuaian ini. Apakah peserta job fair memenuhi kriteria perusahaan? Seberapa besar mismatch yang terjadi? Data dan survei terstruktur dapat membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan ini.

Evaluasi berbasis data tidak hanya memberikan masukan untuk perbaikan sistem pendidikan dan pelatihan kerja, tetapi juga meningkatkan kredibilitas pernyataan publik dari kementerian terkait. Pernyataan yang didukung oleh data dan evaluasi akan lebih akurat, dapat dipertanggungjawabkan, dan memberikan arah kebijakan yang lebih tepat sasaran.

Sebagai penutup, penyelenggaraan job fair sebaiknya diintegrasikan dengan pendekatan kebijakan lainnya. Job fair jangan sampai hanya menjadi formalitas tanpa dampak yang signifikan. Efektivitas job fair meningkat jika latar belakang pelamar dan jenis posisi yang ditawarkan selaras. Perusahaan juga akan lebih tertarik untuk berpartisipasi jika peluang untuk menemukan kandidat yang sesuai lebih besar.

Sebagai contoh, job fair yang difokuskan pada perekrutan Management Trainee (MT) untuk lulusan sarjana atau job fair khusus untuk tenaga keamanan akan lebih efektif. Klasifikasi job fair berdasarkan kebutuhan industri dapat menjadi insentif bagi perusahaan untuk berpartisipasi.

Berikut adalah beberapa poin penting untuk meningkatkan efektivitas job fair:

  • Evaluasi yang komprehensif: Melibatkan perusahaan dan pencari kerja.
  • Tindak lanjut survei: Mengevaluasi hasil job fair dalam jangka waktu tertentu.
  • Proses rekrutmen yang jelas: Memberikan umpan balik kepada semua pelamar.
  • Kesesuaian kualifikasi: Menyelaraskan kompetensi pencari kerja dengan kebutuhan industri.
  • Integrasi dengan kebijakan lain: Tidak hanya mengandalkan job fair sebagai solusi tunggal.
  • Klasifikasi job fair: Memfokuskan acara pada bidang atau posisi tertentu.