Terungkap di Persidangan: Oknum Pejabat Kominfo Diduga Terima Suap Miliaran Rupiah untuk Lindungi Judi Online
Pengakuan Mengejutkan di Pengadilan
Sidang kasus dugaan perlindungan situs judi online (judol) di Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengungkap fakta mengejutkan. Denden Imadudin Soleh, mantan pegawai Kominfo yang kini bernama Komdigi, mengaku menerima suap dengan nilai fantastis, mencapai Rp 1,3 miliar per bulan. Uang haram ini diduga sebagai imbalan atas jasanya melindungi situs-situs judol agar tidak diblokir oleh kementerian terkait.
Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Denden dihadirkan sebagai saksi mahkota untuk terdakwa Alwin Jabarti Kiemas, Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, Muhrijan alias Agus, dan Adhi Kismanto. Denden menjelaskan bahwa dirinya menerima tawaran untuk kembali bergabung ke tim yang bertugas menangani konten ilegal setelah sebelumnya menjabat sebagai Ketua Tim Pengendalian Konten Internet Ilegal. Tawaran ini datang dari Muhrijan alias Agus, seorang pengusaha yang diduga terlibat dalam praktik perlindungan situs judol.
Aliran Dana Haram
Menurut pengakuan Denden, besaran tarif yang diterima untuk melindungi situs judol tidak dibicarakan secara spesifik, melainkan ditentukan oleh Adhi, Alwin, dan Agus. Denden hanya mengetahui bahwa dirinya akan mendapatkan alokasi dana dari tarif tersebut. Dalam kesaksiannya, Denden menyebutkan bahwa dirinya menerima sekitar Rp 600.000 per situs per bulan, sementara Syamsul Arifin, yang menggantikan posisinya sebagai Ketua Tim Pengendalian Konten Internet Ilegal, menerima Rp 300.000 per situs per bulan.
Hakim ketua Arif Budi Cahyono kemudian menggali lebih dalam mengenai jumlah uang yang diterima Denden setelah bergabung kembali ke tim tersebut. Denden mengungkapkan bahwa pada bulan Mei, dirinya menerima sekitar Rp 1,3 miliar. Hakim ketua kemudian memastikan bahwa jumlah tersebut adalah untuk satu bulan, yang kemudian dibenarkan oleh Denden.
Pembagian Klaster dalam Perkara
Kasus perlindungan situs judol di Kementerian Kominfo ini melibatkan sejumlah pihak dan dibagi menjadi empat klaster:
- Klaster Koordinator: Terdiri dari Adhi Kismanto, Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, Muhrijan alias Agus, dan Alwin Jabarti Kiemas.
- Klaster Eks Pegawai Kominfo: Terdiri dari Denden Imadudin Soleh, Fakhri Dzulfiqar, Riko Rasota Rahmada, Syamsul Arifin, Yudha Rahman Setiadi, Yoga Priyanka Sihombing, Reyga Radika, Muhammad Abindra Putra Tayip N, dan Radyka Prima Wicaksana.
- Klaster Agen Situs Judol: Terdiri dari Muchlis, Deny Maryono, Harry Efendy, Helmi Fernando, Bernard alias Otoy, Budianto Salim, Bennihardi, Ferry alias William alias Acai.
- Klaster TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang): Terdiri dari Darmawati dan Adriana Angela Brigita.
Para terdakwa dalam klaster koordinator dijerat dengan Pasal 27 ayat (2) jo. Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, serta Pasal 303 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Kasus ini menjadi sorotan publik dan menimbulkan pertanyaan besar mengenai integritas dan pengawasan internal di Kementerian Kominfo. Proses hukum masih terus berjalan untuk mengungkap seluruh fakta dan pihak yang terlibat dalam praktik korupsi ini.