Sengketa Empat Pulau: Aceh dan Sumatera Utara Bersitegang Soal Batas Wilayah Administratif
Polemik Empat Pulau: Perebutan Wilayah Administratif antara Aceh dan Sumatera Utara
Keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 telah memicu kontroversi terkait status administratif empat pulau di Kabupaten Aceh Singkil. Keputusan tersebut menetapkan Pulau Mangkir Besar, Pulau Mangkir Kecil, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang sebagai bagian dari wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.
Keputusan ini menjadi polemik karena Pemerintah Aceh bersikukuh bahwa keempat pulau tersebut masih merupakan bagian dari wilayahnya, sementara Pemerintah Sumatera Utara menyatakan bahwa penetapan tersebut adalah keputusan dari pemerintah pusat.
Pemerintah Aceh telah menyatakan komitmennya untuk memperjuangkan peninjauan ulang keputusan tersebut. Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setda Aceh, Syakir, menegaskan bahwa Pemerintah Aceh akan terus berupaya agar keempat pulau tersebut dikembalikan ke wilayah Aceh. Dalam proses verifikasi sebelumnya, Pemerintah Aceh telah menyajikan bukti-bukti otentik, termasuk infrastruktur fisik, dokumen kepemilikan, dan foto-foto pendukung. Bukti-bukti tersebut juga telah diserahkan baik dari Pemerintah Aceh maupun dari Pemkab Aceh Singkil. Di antaranya terdapat peta kesepakatan antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara yang disaksikan oleh Mendagri pada 1992.
Anggota Komite I DPD RI asal Aceh, H. Sudirman atau Haji Uma, telah menyuarakan aspirasi daerah ini sejak tahun 2017. Beliau telah menyurati Kemendagri untuk menyampaikan fakta historis dan administratif bahwa pulau-pulau tersebut merupakan bagian dari Aceh. Namun, aspirasi ini belum mendapatkan tindak lanjut yang memuaskan.
Upaya Mediasi dan Penjelasan Pemerintah Pusat
Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, bersama Bupati Tapanuli Tengah, Masinton Pasaribu, telah melakukan kunjungan ke Aceh untuk bertemu dengan Gubernur Muzakir Manaf membahas status kepemilikan empat pulau tersebut. Dalam pertemuan tersebut, Bobby Nasution menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tidak pernah mengusulkan keempat pulau itu masuk ke wilayahnya, dan semua itu merupakan keputusan Kemendagri atau pemerintah pusat.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menjelaskan bahwa penetapan ini telah melalui proses panjang dan melibatkan banyak instansi terkait. Menurutnya, batas wilayah darat antara Aceh Singkil dan Tapanuli Tengah sudah disepakati, namun batas laut belum mencapai kesepakatan, sehingga penentuan perbatasan wilayah laut diserahkan ke pemerintah pusat.
Mendagri juga memberikan ruang bagi pihak-pihak yang tidak puas dengan keputusan ini untuk mengajukan gugatan hukum ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) berencana mempertemukan Gubernur Aceh Muzakir Manaf dengan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution untuk membahas perubahan administratif empat pulau tersebut. Pertemuan ini diharapkan dapat menjadi salah satu solusi untuk mencari titik temu dalam permasalahan ini.
Kondisi Empat Pulau yang Dipersengketakan
Menurut Kemendagri, keempat pulau yang dipersengketakan ini tidak berpenduduk. Pulau Panjang, misalnya, hanya memiliki dermaga yang dibangun pada 2015 dan tugu batas wilayah oleh Pemerintah Provinsi Aceh pada 2007, serta rumah singgah dan mushala yang dibangun sekitar 2012 oleh Pemda Aceh Singkil. Kondisi yang lebih memprihatinkan dialami oleh Pulau Lipan, yang hampir tenggelam akibat kenaikan muka air laut.
Akar Permasalahan: Verifikasi Data dan Koordinat Pulau
Konflik ini bermula dari verifikasi data Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi pada 2008. Saat itu, Aceh telah memverifikasi dan membakukan 260 pulau, namun tidak termasuk empat pulau yang menjadi sengketa. Pada 2009, Aceh menyampaikan surat konfirmasi dengan perubahan nama pulau dan koordinatnya. Namun, Kemendagri menemukan kejanggalan karena koordinat yang diusulkan tidak sesuai dengan posisi pulau yang dimaksud.
Setelah melalui serangkaian rapat dan pembahasan, Kemendagri akhirnya memutuskan untuk memasukkan keempat pulau tersebut ke dalam wilayah Sumatera Utara pada 2022. Keputusan ini kemudian memicu polemik dan penolakan dari Pemerintah Aceh.