Terungkap di Persidangan: Mantan Pejabat Kominfo Terima Ratusan Juta Rupiah untuk Lindungi Situs Judi Online
Skandal Judi Online di Kominfo: 'Uang Diam' Mengalir Deras ke Kantong Pejabat
Sidang kasus perlindungan situs judi online (judol) yang melibatkan mantan pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), kini bernama Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), mengungkap fakta mencengangkan. Denden Imadudin Soleh, terdakwa dalam kasus ini, mengakui menerima aliran dana fantastis, mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah per bulan, sebagai imbalan atas jasanya melindungi situs-situs judol dari pemblokiran.
Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Denden, yang dihadirkan sebagai saksi mahkota untuk terdakwa Alwin Jabarti Kiemas, Zulkarnaen Apriliantony, Muhrijan, dan Adhi Kismanto, menjelaskan secara rinci bagaimana praktik suap ini berjalan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menggali informasi mengenai besaran dana yang diterima Denden setelah ia kembali bergabung dalam tim perlindungan situs judol. Denden mengungkapkan bahwa ia menerima Rp 600.000 per website setiap bulan saat menjabat sebagai Ketua Tim Penyidikan dan Ahli Undang-Undang ITE Kementerian Kominfo. Syamsul Arifin, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Tim Pengendalian Konten Internet Ilegal Kementerian Kominfo, menerima Rp 300.000 per website.
Praktik terlarang ini melibatkan sejumlah nama di lingkungan Kominfo. Denden mengakui bahwa ia telah terlibat dalam praktik membekingi situs judol bersama anak buahnya, termasuk Fakhri Dzulfiqar, Yudha Rahman Setiadi, dan Yoga Priyanka Sihombing, bahkan sebelum ia dipindahtugaskan. Situs-situs judol yang akan dilindungi diperoleh dari Alwin Jabarti Kiemas.
Sempat berhenti karena mutasi jabatan, Denden kembali tergiur setelah mendapat tawaran dari Muhrijan alias Agus. Meskipun sudah tidak lagi menjabat sebagai Ketua Tim Pengendalian Konten Internet Ilegal, Denden tetap menerima aliran dana hingga September 2024. Besaran dana bervariasi, tergantung jumlah situs yang dilindungi, dengan kisaran antara Rp 800 juta hingga Rp 1,3 miliar per bulan. Bahkan, pada bulan Juli, ia menerima dana tersebut setiap dua minggu sekali, dan pada bulan Agustus, intensitasnya meningkat menjadi setiap minggu.
Keheranan Jaksa Penuntut Umum memuncak ketika mengetahui bahwa Denden masih menerima dana meskipun tidak lagi memiliki peran signifikan dalam pengendalian konten internet ilegal. Denden menjelaskan bahwa ia menerima uang tersebut sebagai "uang diam," karena dianggap mengetahui seluk-beluk praktik penjagaan situs judol. Sementara itu, Fakhri, Yudha, dan Yoga tidak lagi menerima alokasi dana.
Menurut Denden, selain dirinya, pegawai Kominfo lain yang menerima aliran dana haram ini adalah Syamsul Arifin, Adhi Kismanto, Riko Rasota Rahmada (Kepala Tim Take Down), dan Muhammad Abindra Putra (anggota Tim Pengendalian Konten Internet Ilegal).
Kasus perlindungan situs judol di Kementerian Kominfo ini terbagi menjadi empat klaster:
- Klaster Pertama: Koordinator (Adhi Kismanto, Zulkarnaen Apriliantony, Muhrijan, Alwin Jabarti Kiemas).
- Klaster Kedua: Eks Pegawai Kominfo (Denden Imadudin Soleh, Fakhri Dzulfiqar, Riko Rasota Rahmada, Syamsul Arifin, Yudha Rahman Setiadi, Yoga Priyanka Sihombing, Reyga Radika, Muhammad Abindra Putra Tayip N, Radyka Prima Wicaksana).
- Klaster Ketiga: Agen Situs Judol (Muchlis, Deny Maryono, Harry Efendy, Helmi Fernando, Bernard, Budianto Salim, Bennihardi, Ferry).
- Klaster Keempat: Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) atau Penampung Dana (Darmawati, Adriana Angela Brigita).
Para terdakwa dalam klaster koordinator dijerat dengan Pasal 27 ayat (2) jo. Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, serta Pasal 303 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.