Skandal Judi Online Kominfo: Adhi Kismanto Diduga Perintahkan Penghapusan Grup Koordinasi Setelah Penangkapan
Penghapusan Grup Telegram 'Service AC' Ungkap Dugaan Koordinasi Perlindungan Judi Online di Kominfo
Jakarta - Sidang kasus perlindungan situs judi online yang melibatkan sejumlah pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) terus mengungkap fakta-fakta baru. Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, terungkap bahwa terdakwa Adhi Kismanto diduga memerintahkan penghapusan grup Telegram bernama "Service AC" setelah penangkapan Denden Imadudin Soleh, salah satu terdakwa dalam kasus yang sama.
Muhammad Abindra Putra, yang dihadirkan sebagai saksi mahkota, memberikan kesaksian yang memberatkan Adhi Kismanto. Abindra mengakui bahwa dirinya yang menghapus grup tersebut atas perintah Adhi Kismanto. Jaksa penuntut umum kemudian mempertanyakan tujuan penghapusan grup tersebut, namun Abindra mengaku tidak mengetahui secara pasti.
"Saya kurang paham terkait itu. Hanya menurut perintah Adhi Kismanto," ujar Abindra saat menjawab pertanyaan jaksa.
Menurut keterangan Abindra, grup "Service AC" merupakan wadah koordinasi untuk melindungi situs-situs judi online agar tidak diblokir oleh Kominfo. Informasi ini semakin memperkuat dugaan adanya keterlibatan sistematis dalam praktik ilegal tersebut.
Kasus perlindungan situs judi online ini melibatkan beberapa klaster, di antaranya:
- Klaster Koordinator: Adhi Kismanto, Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, Muhrijan alias Agus, dan Alwin Jabarti Kiemas.
- Klaster Eks Pegawai Kominfo: Denden Imadudin Soleh, Fakhri Dzulfiqar, Riko Rasota Rahmada, Syamsul Arifin, Yudha Rahman Setiadi, Yoga Priyanka Sihombing, Reyga Radika, Muhammad Abindra Putra Tayip N, dan Radyka Prima Wicaksana.
- Klaster Agen Situs Judi Online: Muchlis, Deny Maryono, Harry Efendy, Helmi Fernando, Bernard alias Otoy, Budianto Salim, Bennihardi, Ferry alias William alias Acai.
- Klaster TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang): Darmawati dan Adriana Angela Brigita.
Para terdakwa dari klaster koordinator dijerat dengan Pasal 27 ayat (2) jo. Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Serta juga Pasal 303 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Pengungkapan kasus ini menjadi tamparan keras bagi Kominfo dan menyoroti pentingnya pengawasan internal yang ketat untuk mencegah praktik-praktik koruptif dan ilegal di lingkungan pemerintahan.