Sengketa Lahan di Tangerang Berujung Penetapan Tersangka pada Wanita Lanjut Usia

Kasus sengketa lahan di Kampung Nangka, Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, memasuki babak baru yang mengejutkan. Seorang wanita lanjut usia (lansia) bernama Li Sam Ronyu (68) ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian. Penetapan tersangka ini terkait dengan dugaan pemalsuan dokumen dalam sengketa tanah yang melibatkan dirinya.

Charles Situmorang, anggota tim kuasa hukum Li Sam Ronyu, menyatakan keberatannya atas penetapan status tersangka terhadap kliennya. Pihaknya menduga adanya indikasi keterlibatan mafia tanah yang bermain dalam kasus ini. Sebagai bentuk protes dan upaya pembelaan, tim kuasa hukum telah mengajukan surat permohonan penundaan pemeriksaan tersangka kepada penyidik Polres Metro Tangerang Kota.

"Kedatangan kami hari ini adalah untuk menyampaikan surat permohonan penundaan pemeriksaan terhadap klien kami, Li Sam Ronyu, yang seharusnya menjalani pemeriksaan sebagai tersangka," ujar Charles di hadapan awak media di Polres Metro Tangerang Kota.

Menurut Charles, sengketa ini berawal dari transaksi jual beli tanah yang terjadi pada tahun 1994 antara Li Sam Ronyu dengan seorang yang hanya disebut berinisial S. Saat itu, Li Sam Ronyu membeli tanah tersebut dan memiliki Akta Jual Beli (AJB) sebagai bukti kepemilikan yang sah.

Sejak saat itu, Li Sam Ronyu menguasai lahan seluas 3,2 hektar tersebut. Ia juga secara rutin membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) setiap tahunnya, hingga tahun 2024. Bahkan, pada tahun 2007, sebagian dari lahan milik Li Sam Ronyu dibeli oleh pemerintah untuk proyek pembangunan jalan umum. Atas pembelian tersebut, Li Sam Ronyu menerima ganti rugi sebesar Rp 3,2 juta.

"Jika pada tahun 2007 pemerintah tidak melakukan verifikasi terhadap objek tanah tersebut, bagaimana mungkin klien kami diminta untuk hadir dan menerima uang ganti rugi? Ini adalah uang negara, tentu ada proses audit dan verifikasi yang ketat," tegas Charles.

Li Sam Ronyu juga diketahui telah mengajukan permohonan peningkatan status kepemilikan tanah dari AJB menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) pada tahun 2021. Namun, di tengah proses pengajuan tersebut, ia justru menerima kabar bahwa dirinya telah dilaporkan ke polisi pada tanggal 22 Agustus 2024. Kasus ini kemudian naik statusnya menjadi penyidikan, dan Li Sam Ronyu ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pelanggaran Pasal 263, 264, dan 266 KUHP tentang pemalsuan dokumen.

Tim kuasa hukum Li Sam Ronyu merasa bahwa penetapan tersangka terhadap kliennya sangat tidak adil. Mereka kemudian membuat laporan ke Divisi Propam Polri dan Biro Wassidik. Atas laporan tersebut, telah dilakukan gelar perkara khusus yang menyimpulkan bahwa belum ditemukan alat bukti yang cukup untuk menetapkan adanya peristiwa pidana dalam kasus ini.

"Sayangnya, rekomendasi dari Biro Wassidik untuk melengkapi pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan menyita enam AJB induk belum dilaksanakan oleh penyidik. Namun, klien kami sudah ditetapkan sebagai tersangka. Inilah yang kami pertanyakan," jelas Charles.

Menurut tim kuasa hukum, muncul pihak lain yang mengaku sebagai ahli waris dari S dan menjual tanah yang sama kepada pihak lain dengan menggunakan dokumen AJB yang diklaim sempat hilang. Padahal, keenam AJB asli masih berada di tangan Li Sam Ronyu, dan bukti transaksi pembelian juga lengkap.

"Bagaimana mungkin ada AJB baru jika AJB asli masih dipegang oleh klien kami? Bukti jual beli juga lengkap, termasuk bukti transfer giro dan dokumentasi foto," ujar Marshel Setiawan, anggota tim kuasa hukum Li Sam Ronyu.

Marshel juga mengungkapkan bahwa pelapor dalam kasus ini adalah perwakilan dari pembeli tanah yang membeli dari pihak yang mengaku sebagai ahli waris. Ia mempertanyakan keabsahan dokumen jual beli tersebut, mengingat kliennya telah menguasai tanah tersebut selama tiga dekade.

"Tanahnya diserobot, klien kami justru dijadikan tersangka. Ini adalah bentuk penindasan terhadap warga lansia dan pelanggaran hak asasi manusia," tegas Marshel.

Menyikapi permasalahan ini, tim kuasa hukum berencana mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Tangerang untuk menguji keabsahan penetapan tersangka terhadap Li Sam Ronyu. Mereka juga meminta perhatian dari Kapolri, Kejaksaan Agung, Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan Satgas Mafia Tanah untuk turut serta turun tangan dalam menyelesaikan kasus ini.

"Kami menduga kuat adanya peran mafia tanah dalam kasus ini. Kami juga telah mengirimkan permohonan audit investigasi gabungan ke Irwasum, Propam, dan Biro Wasidik Polri," kata Charles.

Saat berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari Polres Metro Tangerang Kota atas pernyataan yang disampaikan oleh tim kuasa hukum Li Sam Ronyu maupun dari pihak pelapor.

Berikut adalah poin-poin penting yang perlu diperhatikan dalam kasus ini:

  • Penetapan tersangka terhadap lansia dalam sengketa tanah.
  • Dugaan keterlibatan mafia tanah.
  • Keabsahan dokumen kepemilikan tanah.
  • Proses hukum yang sedang berjalan.