Sengketa Wilayah: Aceh dan Sumatera Utara Bersitegang Memperebutkan Empat Pulau

Perseteruan wilayah mencuat antara Pemerintah Provinsi Aceh dan Sumatera Utara terkait kepemilikan empat pulau yang terletak di antara kedua provinsi. Klaim tumpang tindih ini memicu polemik dan mendorong upaya mediasi dari pemerintah pusat.

Sengketa ini bermula ketika Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, di bawah kepemimpinan Gubernur Bobby Nasution, mengklaim empat pulau, yaitu Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek, sebagai bagian dari wilayah administratifnya. Klaim ini didukung oleh Keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) yang terbit pada 25 April 2025.

Pemerintah Aceh, melalui Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Sekretariat Daerah Aceh, Syakir, menyatakan ketidaksetujuannya terhadap keputusan tersebut. Pihaknya menegaskan bahwa keempat pulau tersebut secara historis dan administratif merupakan bagian dari wilayah Aceh. Upaya peninjauan kembali keputusan Mendagri terus diperjuangkan oleh Pemerintah Aceh.

Menurut penjelasan dari Kementerian Dalam Negeri, penetapan keempat pulau sebagai bagian dari Sumatera Utara didasarkan pada hasil verifikasi tim nasional pembakuan rupabumi. Pada saat verifikasi di Sumatera Utara, tim menemukan 213 pulau, termasuk keempat pulau yang dipersengketakan. Gubernur Sumatera Utara saat itu, melalui surat resmi, mengkonfirmasi jumlah tersebut.

Sementara itu, pada saat verifikasi di Aceh, tim hanya menemukan 260 pulau, tidak termasuk Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang. Lebih lanjut, Kemendagri mengungkapkan bahwa pada tahun 2009, Pemerintah Aceh melakukan penggantian nama dan perubahan titik koordinat terhadap keempat pulau tersebut.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyampaikan harapan agar kedua gubernur dapat mencapai solusi terbaik terkait sengketa ini. Ia bahkan membuka opsi pengelolaan bersama sebagai alternatif penyelesaian. Tito menjelaskan bahwa keputusan pemerintah pusat menetapkan keempat pulau masuk wilayah Sumut didasarkan pada batas darat yang telah disepakati oleh pemerintah daerah terkait.

Keputusan Mendagri mengenai status wilayah pulau tersebut sebenarnya telah dikeluarkan pada tahun 2022. Ketetapan terbaru pada April 2025 merupakan pengulangan dari keputusan sebelumnya. Namun, hal ini memicu reaksi beragam, dengan beberapa pihak menerima dan pihak lain menolak keputusan tersebut.

Sengketa wilayah ini menyoroti pentingnya koordinasi dan komunikasi yang efektif antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam penentuan batas wilayah. Diharapkan, solusi yang adil dan menguntungkan bagi kedua belah pihak dapat segera ditemukan demi menjaga stabilitas dan harmoni antar daerah.