Sengketa Lahan di Tangerang Berujung Penetapan Tersangka pada Wanita Lansia
Kasus sengketa lahan yang melibatkan seorang wanita lanjut usia (lansia) bernama Li Sam Ronyu (68) di Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, memicu sorotan tajam. Li Sam, yang telah menguasai lahan seluas 3,2 hektar sejak tahun 1994, ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pemalsuan dokumen. Ironisnya, penetapan tersangka ini terjadi di tengah upayanya mempertahankan hak atas tanah yang ia klaim miliknya.
Menurut kuasa hukum Li Sam, Charles Situmorang, kliennya membeli tanah tersebut secara sah melalui Akta Jual Beli (AJB) lebih dari tiga dekade lalu. Sejak saat itu, Li Sam secara rutin membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), menunjukkan penguasaan fisik dan administratif atas lahan tersebut. Bahkan, pada tahun 2007, sebagian tanahnya dibebaskan oleh pemerintah untuk proyek jalan umum, dan ia menerima kompensasi yang dianggap sebagai pengakuan sah atas kepemilikannya saat itu.
"Proses pembebasan lahan oleh pemerintah pada tahun 2007 seharusnya menjadi bukti kuat bahwa klien kami adalah pemilik yang sah. Pemerintah tidak mungkin memberikan ganti rugi jika tidak ada verifikasi yang cermat," ujar Charles.
Persoalan bermula ketika Li Sam mengajukan peningkatan status tanah dari AJB ke Sertifikat Hak Milik (SHM) pada tahun 2021. Pada tahun 2024, muncul laporan polisi dari pihak yang mengaku sebagai ahli waris pemilik lama, yang kemudian menyeret Li Sam menjadi tersangka. Kuasa hukum Li Sam menyayangkan penetapan tersangka tersebut, mengingat minimnya alat bukti yang sah dan adanya rekomendasi dari Biro Wassidik Polri yang menyatakan belum cukup bukti untuk menetapkan Li Sam sebagai tersangka.
Marshel Setiawan, anggota tim kuasa hukum lainnya, mengungkapkan bahwa pelapor adalah perwakilan dari pembeli yang membeli tanah dari seseorang yang mengaku sebagai ahli waris S, penjual awal tahun 1994. Marshel mempertanyakan keabsahan AJB baru jika AJB asli masih dipegang oleh kliennya. Ia menduga adanya indikasi keterlibatan mafia tanah dalam kasus ini dan telah melaporkan penyidik ke Divisi Propam Polri serta berencana mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Tangerang.
Tim kuasa hukum Li Sam telah meminta Kapolri, Kejaksaan Agung, BPN, dan Satgas Mafia Tanah untuk mengusut tuntas kasus ini. Mereka juga telah mengirimkan permohonan audit investigasi gabungan ke Irwasum, Propam, dan Biro Wasidik Polri.
Poin-poin utama sengketa lahan ini meliputi:
- Pembelian tanah melalui AJB pada tahun 1994.
- Pembayaran PBB secara rutin selama puluhan tahun.
- Penerimaan ganti rugi dari pemerintah atas pembebasan lahan pada tahun 2007.
- Laporan polisi dari pihak yang mengaku ahli waris pada tahun 2024.
- Penetapan Li Sam sebagai tersangka.
Kasus ini menimbulkan pertanyaan tentang perlindungan hukum bagi warga negara, khususnya lansia, dalam sengketa pertanahan. Proses hukum yang berlarut-larut dan penetapan tersangka yang kontroversial menggarisbawahi pentingnya transparansi dan kehati-hatian dalam penanganan kasus pertanahan, serta perlunya pemberantasan mafia tanah yang merugikan masyarakat.
Hingga saat ini, pihak kepolisian belum memberikan keterangan resmi terkait penetapan tersangka terhadap Li Sam Ronyu.