Varian Nimbus COVID-19: Fakta dan Implikasi dari Mantan Petinggi WHO

Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof. Tjandra Yoga Aditama, memberikan penjelasan mengenai varian baru COVID-19 yang dikenal sebagai Nimbus (NB.1.8.1). Varian ini kini menjadi perhatian global karena karakteristiknya yang berbeda dari varian sebelumnya.

Menurut Prof. Tjandra, WHO telah menetapkan Nimbus sebagai Variant Under Monitoring (VUM). Klasifikasi ini menunjukkan bahwa Nimbus sedang dalam pengawasan intensif karena potensinya untuk berubah dan memerlukan penelitian lebih lanjut. VUM berada di bawah kategori Variants of Interest (VOI) dan Variants of Concern (VOC) dalam sistem klasifikasi WHO.

Secara genetik, varian Nimbus terkait dengan varian XDV.1.5.1 dan JN.1. Perbedaan signifikan terletak pada mutasi protein spike, khususnya pada posisi T22N, F59S, G184S, A435S, V445H, dan T478I. Mutasi pada posisi 445 diduga meningkatkan kemampuan virus untuk berikatan dengan reseptor hACE2, yang dapat meningkatkan penularan. Mutasi pada posisi 435 dan 478 mengindikasikan potensi penurunan efektivitas antibodi dalam menetralkan virus, yang dapat mempengaruhi respons imun.

Data global menunjukkan peningkatan proporsi varian Nimbus. Hingga 18 Mei 2025, lebih dari 500 sekuens NB.1.8.1 telah dilaporkan dari 22 negara. Varian ini meningkat dari 2,5% pada awal April menjadi 10,7% secara global pada akhir April 2025. Lonjakan kasus terdeteksi di Asia, Eropa, dan Amerika.

Merespons perkembangan ini, Prof. Tjandra menekankan pentingnya penguatan surveilans genomik di Indonesia. Ia merekomendasikan agar semua pasien Severe Acute Respiratory Illness (SARI) yang dirawat dan 5% dari kasus Influenza-Like Illness (ILI) menjalani tes COVID-19. Hasil positif kemudian harus diproses untuk Whole Genome Sequencing di laboratorium.

World Health Network menyoroti beberapa aspek penting terkait varian Nimbus:

  • Penularan: Varian ini tampaknya lebih mudah menular dibandingkan varian sebelumnya.
  • Gejala: Gejala yang dilaporkan termasuk sakit tenggorokan yang parah, kelelahan, batuk ringan, demam, dan nyeri otot.
  • Keparahan: Tingkat keparahan penyakit akibat varian ini masih dalam penelitian.
  • Musim: Kemunculan varian ini di musim panas menunjukkan bahwa COVID-19 dapat menyebar tanpa terbatas pada cuaca dingin.

Prof. Tjandra menekankan perlunya kewaspadaan dan penelitian lebih lanjut untuk memahami sepenuhnya karakteristik dan dampak dari varian Nimbus ini.