Ungkap Sejarah Seni: Lukisan Gua di Sulawesi Terkonfirmasi Sebagai yang Tertua di Dunia

Penemuan terbaru dari tim peneliti gabungan, yang melibatkan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama dengan Griffith University dan Southern Cross University, telah mengubah pemahaman kita tentang asal-usul seni. Lukisan gua yang terletak di Leang Karampuang, sebuah gua kapur di wilayah Maros-Pangkep, Sulawesi Selatan, kini diyakini sebagai lukisan gua tertua yang pernah ditemukan.

Lukisan ini, yang menggambarkan interaksi antara tiga figur mirip manusia dengan seekor babi hutan, diperkirakan berusia lebih dari 51.200 tahun. Usia ini ditentukan melalui metode analisis mutakhir, ablasi laser U-series (LA-U-series), yang memungkinkan para ilmuwan untuk secara akurat mengukur usia lapisan tipis kalsium karbonat yang terbentuk di atas lukisan tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa lukisan di bawah lapisan tersebut berasal dari setidaknya 51.200 tahun yang lalu, menjadikannya seni gua tertua yang diketahui dan narasi seni paling awal yang pernah didokumentasikan.

Dr. Adhi Agus Oktaviana, ahli seni cadas dari BRIN dan kandidat PhD di Griffith Centre for Social and Cultural Research (GCSCR), memimpin penelitian ini. Menurutnya, penemuan ini memiliki implikasi besar terhadap pemahaman kita tentang bagaimana dan kapan manusia mulai menciptakan seni. "Hasil ini sangat mengejutkan, karena tidak ada karya seni dari Zaman Es Eropa yang mendekati usia lukisan gua Sulawesi ini," ujarnya.

Penemuan ini menunjukkan bahwa manusia purba di Indonesia telah memiliki kemampuan untuk berkomunikasi melalui cerita visual sejak lebih dari 51.200 tahun yang lalu. Karena kata-kata tidak dapat menjadi fosil, lukisan menjadi satu-satunya bukti yang tersisa dari kemampuan kognitif dan budaya mereka. "Temuan di Sulawesi ini adalah bukti tertua yang bisa diketahui dari sudut pandang arkeologi," jelas Dr. Oktaviana.

Kepala Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra BRIN, Herry Jogaswara, menekankan bahwa penemuan ini adalah hasil dari riset arkeologi jangka panjang dan kolaboratif. Dukungan dari berbagai lembaga riset, universitas, Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK), pemerintah daerah, dan mitra internasional sangat penting untuk keberhasilan penelitian ini.

Profesor Maxime Aubert dari GCSCR, yang mengembangkan metode analisis LA-U-series, menjelaskan bahwa teknik ini memungkinkan para ilmuwan untuk mendapatkan data yang lebih akurat tentang usia lapisan kalsium karbonat yang menutupi seni cadas. Profesor Renaud Joannes-Boyau dari Southern Cross University menambahkan bahwa teknik ini memungkinkan mereka untuk membuat "peta" rinci dari lapisan kalsium karbonat, yang membantu mereka menghindari area yang telah mengalami perubahan diagenesis dan memastikan penentuan umur yang lebih akurat.

Tim peneliti juga melakukan penanggalan ulang terhadap lukisan gua di situs Leang Bulu' Sipong 4, yang menggambarkan adegan perburuan oleh sosok therianthropes (manusia setengah hewan) terhadap babi rusa dan anoa. Profesor Adam Brumm dari Griffith's Australian Research Centre for Human Evolution (ARCHE) menyatakan bahwa lukisan gua dari Leang Karampuang dan Leang Bulu' Sipong 4 memberikan wawasan baru tentang pentingnya budaya bercerita dalam sejarah seni.

Kepala Pusat Riset (PR) Arkeometri BRIN, Sofwan Noerwidi, menekankan pentingnya pengembangan teknik dan metode penelitian untuk menghasilkan interpretasi yang lebih tajam. Kepala PR Arkeologi Lingkungan, Maritim, dan Budaya Berkelanjutan BRIN, Marlon Ririmasse, menambahkan bahwa hasil ini mencerminkan produktivitas kolaborasi riset internasional yang konsisten antara BRIN dan mitra lembaga nasional (Griffith University).

Kepala PR Arkeologi Prasejarah dan Sejarah BRIN, Irfan Mahmud, berpendapat bahwa penemuan ini sangat bermakna bagi narasi kebudayaan dunia dan memperkuat nilai penting warisan arkeologi Maros-Pangkep sebagai kawasan yang sangat penting dilindungi dan dimanfaatkan untuk riset, pendidikan, dan pariwisata. Dekan Universitas Hasanuddin, Profesor Akin Duli, mengucapkan selamat atas terbitnya tulisan tentang lukisan gua di Sulawesi dan berharap artikel ini menjadi rujukan bagi para ilmuwan di dunia.